Punya 6 Menu, Disajikan Secara Bergantian Setiap Hari

KHAS INDONESIA: Pemilik sekaligus koki restoran Anisah Rahmawati dan rendang sapi khas Nom Nom. FOTO: ANTARA/DESCA LIDYA NATALIA --

Perempuan asal Jakarta namun besar di Surabaya itu kemudian memutuskan untuk membuka rumah makan Indonesia di daerah Distrik Haidian (Tsinghua East Road) Beijing yang berdekatan dengan area kampus pada 2014 dengan nama "Nom Nom".

"Yang kasih nama itu teman saya, orang Australia, karena dia bilang kalau saya buka restoran, namanya 'Nom Nom' saja, karena masakan saya enak," cerita Anisah.

Frasa "nom nom" adalah istilah "slang" Bahasa Inggris untuk menggambarkan suara seseorang yang sedang menikmati makanan lezat. Para penggemar makanan sering menyertakan istilah "nom nom" dalam unggahan mereka di media sosial untuk menunjukkan kecintaan atas berbagai hidangan. Anisah menambahkan dalam bahasa Jawa, "nom-noman" berarti yang masih muda.

Restoran Nom Nom pun mulai dikenal oleh banyak orang dari berbagai kalangan, mulai dari orang Indonesia --termasuk para pelajar Indonesia yang banyak tinggak di kawasan Haidian--, kalangan ekspaktriat dari Australia, Jerman maupun negara lain, dan tentu saja orang lokal China.

Anisah menuturkan bahwa orang yang berperan untuk promosi restorannya adalah teman-temannya dari mancanegara. Mereka mencetak brosur dan bahkan membagikannya ke rumah-rumah menggunakan sepeda.

Untuk pemilihan menu, Anisah menyebut Nom Nom memiliki 5-6 menu utama namun disajikan bergantian setiap harinya. Menu utama Nom Nom adalah ayam kremes, rendang sapi, ayam geprek dan sate. Menu lainnya adalah ayam bumbu rujak, nasi uduk, soto ayam, ikan garang asem, nasi bakar cumi. Namun, Nom Nom juga melayani pemesanan nasi tumpeng maupun kue seperti risoles.

Masakan-masakan tersebut disajikan dari resep keluarga Anisah dengan tetap menjaga kesesuaian rasa.

"Penyesuaian rasa dengan lidah saya saja, ha ha ha. Ya kami sampaikan kalau sambal di sini tetap sambal pedas seperti di Indonesia, kalau 'customer' tidak suka pedas ya jangan memesan sambal," ungkap Anisah.

Anisah pun terjun langsung sebagai koki untuk memasak sajian di Nom Nom, termasuk membuat berbagai bumbu hingga garnis pelengkap seperti bawang goreng.

Untuk mendapatkan bahan baku yang dapat menjaga cita rasa Indonesia, Anisah bercerita memang ia harus mendatangi pasar-pasar besar di Beijing untuk mendapatkan bumbu tersebut.

Bila tidak ada di pasar, Anisah pun harus memesan dari luar negeri seperti sejumlah daun-daunan untuk bumbu dari Thailand. Sedangkan untuk daging-dagingan baik sapi maupun ayam, ia mencari "supplier" yang memiliki sertifikat halal sehingga meski harga dagingnya sedikit lebih mahal namun bersih tapi tidak cepat basi bila disimpan secara tepat.

Pandemi COVID-19

Tantangan yang cukup berat dialami Nom Nom dan Anisah saat pandemi COVID-19 pada 2020-2022. Karena kebijakan "lock down" oleh pemerintah China, Nom Nom harus tutup selama 6 bulan dan Anisah sendiri tidak bisa keluar rumah selama 3 bulan, padahal sewa restoran tetap harus dibayar.

Salah seorang stafnya pun tidak ikut bekerja lagi karena pandemi. Saat kebijakan "buka-tutup" diterapkan, Nom Nom bisa beroperasi selama 2 bulan kemudian tutup lagi 2 bulan, dan berjalan terus seperti itu selama 2 tahun.

Operasional Nom Nom sangat terdampak karena banyak pelajar Indonesia yang kembali ke tanah air dan tidak kembali ke Tiongkok karena pandemi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan