Perubahan Iklim Picu Gelombang Panas Ekstrem di Seluruh Dunia, Ini Dampaknya
Perubahan iklim menjadi "kekuatan pendorong utama" yang menyebabkan panas ekstrem di seluruh dunia. --
BACA JUGA:Ditemukan 1 Titik Panas, Siapkan 8 Ton Garam Untuk Modifikasi Cuaca di Jambi
Italia diperkirakan akan mengalami gelombang panas ekstrem yang berasal dari Afrika sepanjang minggu ini, dengan suhu mungkin mencapai 40 derajat Celsius (104 derajat Fahrenheit) pada Kamis, 15 Agustus.
Kementerian Kesehatan Italia telah menetapkan 19 kota, termasuk Roma, dalam kategori "merah," menunjukkan risiko tertinggi.
Suhu di Mont Blanc, puncak tertinggi di Pegunungan Alpen, tetap di atas 0 derajat Celsius (32 derajat Fahrenheit) selama 33 jam, menyebabkan kekhawatiran bahwa gletser gunung tersebut mungkin "sekarat" akibat panas ekstrem.
Panas di Swiss dan Tren Pemanasan Global
Swiss juga mengalami panas intens dengan suhu mencapai 33 derajat Celsius (lebih dari 91 derajat Fahrenheit) di Jenewa dan 34 derajat Celsius (lebih dari 93 derajat Fahrenheit) di Zurich pada 12 Agustus.
Beberapa wilayah menghadapi hujan petir pada Senin malam, dan suhu di seluruh Swiss diperkirakan akan turun sekitar 4 derajat mulai Rabu.
Eropa mengalami pemanasan dengan laju lebih dari dua kali lipat rata-rata global, dengan kedekatannya dengan Kutub Utara berperan signifikan.
BACA JUGA:Hati-Hati Lima Tahun Kedepan Cuaca Ekstrem Jadi Pemicu Kenaikan Inflasi yang Tinggi
BACA JUGA:Provinsi Jambi Disebut BMKG Sebagai 14 Daerah Waspada Cuaca Ekstrim
Rekor suhu global telah dipecahkan selama 13 bulan berturut-turut dari Juni 2023 hingga Juni 2024.
Sistem pemantauan satelit Copernicus Uni Eropa mencatat 21 Juli sebagai hari terpanas secara global dalam sejarah baru-baru ini.
Tahun 2023 menyaksikan gelombang panas yang meluas, intens, dan berkepanjangan di seluruh benua, dengan Eropa kembali mengalami dampak besar dari panas ekstrem, terutama di Mediterania dan Balkan pada bulan Juli. (*)