KPK Periksa Mendes Kasus Dana Hibah
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar penuhi panggilan KPK--
"Jika tidak sanggup membayar diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun," ucap Suardhita.
Hakim menilai terdakwa Sahat melanggar Pasal 12 a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa yakni tidak mendukung pemerintah dalam pemerintahan bersih dari korupsi dan memberantas tindak pidana korupsi serta terdakwa belum mengembalikan uang yang dikorupsi.
"Hal yang meringankan terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan mempunyai tanggungan keluarga yang harus dinafkahi," ucap hakim I Dewa Suardhita.
Majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa dicabutnya hak politik Sahat Tua P. Simanjuntak, yakni dilarang untuk menduduki dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK Arif Suhermanto menerima vonis itu meskipun lebih rendah dari tuntutan.
"Kami merasa putusan yang dijatuhkan hakim ini memenuhi rasa keadilan di masyarakat, jadi kami memutuskan untuk menerima putusan yang mulia," ucap Arif.
Sahat Tua Simanjuntak terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada bulan Desember 2022. Sahat bersama anak buahnya, Rusdi dan Muhammad Chozin (almarhum), menerima suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.
Suap itu diterima Sahat sebagai imbalan memuluskan pencairan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas). Sepanjang tahun 2020 hingga 2023, sekitar Rp200 miliar dana hibah yang berhasil dicairkan oleh Sahat.
Sementara itu, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi kini sudah divonis 2,5 tahun penjara. Keduanya mendapat vonis yang cukup ringan karena statusnya sebagai justice collaborator. (ant)