Sembahyang Rebutan

Oleh : Dahlan Iskan--

Kenapa saya selalu diundang?

Salah satu arwah yang didoakan di hari raya Rebutan di vihara ini memang ada hubungannya dengan saya. Yakni arwah almarhum yang hatinya, saat ini, berada di dalam tubuh saya.

Saya sendiri tidak tahu namanya. Juga tidak tahu asal usulnya. Saya hanya tahu ia orang Tianjin. Umurnya, saat meninggal, 20 tahun.

Begitu meninggal, hati anak muda itu diambil. Dilarikan ke rumah sakit  天津十一中心医院.

Saya berada di salah satu kamar RS itu. Di lantai 11. Saya cepat-cepat dimasukkan kamar operasi.

Hati saya yang sudah penuh kanker diambil. Dikeluarkan.

Hati anak muda yang masih sangat muda itu dimasukkan ke dada saya. Hati anak muda itu menggantikan hati lama saya yang terkena kanker hati.

Itu 17 tahun yang lalu.

Begitu saya masuk ruang operasi puluhan umat Buddha di Surabaya berkumpul di vihara Kenjeran. Mereka menyalakan lilin. Berdoa. Selama delapan jam. Sampai operasi ganti hati selesai.

Sejak itu arwah si anak muda selalu dimasukkan dalam daftar arwah yang didoakan di Vihara Sanggar Agung tersebut.

Di hari raya Rebutan itu ratusan orang berkumpul di Sanggar Agung. Juga di kelenteng-kelenteng. Itulah hari ketika para setan dilepaskan dari belenggu. Mereka akan mengganggu arwah siapa pun.

Vihara Sanggar Agung dibangun di pinggir pantai Kenjeran. Yang membangunnya adalah sahabat baik saya: Soetijadi Yudo.

Ia pengusaha besar. Awalnya hanya jualan permen. Keliling kampung-kampung. Lalu punya pabrik permen. Berkembang terus ke usaha-usaha lainnya.

Malam itu bulan hampir purnama. Saat sembahyang akan dimulai bulan bulat muncul dari permukaan laut dengan menornya.

Di atas altar tiga banthe (ulama Buddha) memimpin sembahyang. Mereka membaca kitab suci.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan