Mpox Tidak Akan Sebabkan Penutupan Sekolah
Ilustrasi pengendalian lingkungan untuk kesehatan/ANTARA/Anadolu/PY--
ANKARA, JAMBIEKSPRES.CO-Kendati Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini menyatakan cacar monyet (monkeypox/mpox) sebagai darurat kesehatan global, mpox sangat tidak mungkin menyebabkan penutupan sekolah, menurut dokter dan pakar kesehatan masyarakat di Amerika Serikat (AS), lapor media lokal.
Di tengah perdebatan tentang apakah wabah mpox dapat mempengaruhi pendidikan, pejabat kesehatan di pemerintah federal AS tidak memperkirakan bahwa kasus mpox akan menyebabkan penutupan sekolah seperti pada masa pandemi COVID-19.
“Ini tidak seperti COVID, yang tanda-tandanya tidak terlihat pada diri seseorang,” kata Christina Hutson, kepala cabang virus cacar dan rabies di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) di Atlanta, dikutip oleh NBC.
Dengan mpox, “Anda benar-benar bisa melihat lesi pada seseorang. Kecuali Anda menyentuhnya secara langsung, Anda tidak akan terinfeksi,” tambahnya.
BACA JUGA:Gubernur Jambi Al Haris Lepas 217 Atlet Jambi ke PON XXI Aceh-Sumut
BACA JUGA:Harga Pangan Minggu Mayoritas Naik
Meskipun wabah mpox di Afrika mengkhawatirkan, sekolah-sekolah di AS sama sekali tidak akan ditutup jika mpox menyebar di negara tersebut, kata Carlos del Rio, seorang profesor kedokteran dan pakar penyakit menular di Universitas Emory di Atlanta.
“Pendekatan terhadap virus ini,” katanya tentang mpox, “sangat berbeda.”
Michelle Taylor, direktur dan petugas kesehatan di Departemen Kesehatan Kabupaten Shelby di Memphis, Tennessee, mengatakan mpox tidak menyebar melalui udara.
Taylor menekankan bahwa tidak ada bukti bahwa virus tersebut bermutasi atau menyebar dengan cara yang dapat memicu penutupan sekolah.
“Berdasarkan ilmu pengetahuan, saya tidak percaya itu akan terjadi,” tambahnya.
Pada hari Jumat, Sekretaris Jenderal WHO mengatakan bahwa varian baru virus mpox dapat dihentikan dan dikendalikan.
Sekjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan lebih dari 100.000 kasus mpox yang dikonfirmasi telah dilaporkan ke WHO sejak wabah global dimulai pada tahun 2022.
WHO juga mencatat peningkatan kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya di Afrika. (ant)