Buat Inovasi Sendiri, Manfaatkan Jerami Untuk Mempertahankan Kadar Air

PERTANIAN ORGANIK: Bentang alam pertanian di Dusun Wangaya Betan, Desa Mengesta, Kecematan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, yang dikelola secara organik, Sabtu (17/8/2024). FOTO: ANTARA/DEWA KETUT SUDIARTA WIGUNA --

I Nengah Suarsana menjelaskan padi dengan sistem organik lebih berisi serta produktivitas lebih banyak.

Rendemen gabah yang diproduksi menjadi beras, apabila dengan sistem pertanian konvensional mencapai 50 persen dari gabah yang dipanen. Sedangkan dengan organik, produksi beras mencapai 54 persen dari total gabah.

Awalnya kelompok tani itu hanya mengelola 15 hektare sawah organik dan saat ini sudah mencapai 60 hektare.

Dari 60 hektare lahan persawahan yang dikelola kelompok tani itu, per hektare rata-rata menghasilkan enam hingga tujuh ton beras.

Ada beragam jenis atau varietas beras organik yang dikembangkan kelompok tani ini di antaranya beras hitam, beras putih, beras merah, beras mansur, beras mentik susu, ciherang dan beras cisokan dan beras basmati yang saat ini mulai dikembangkan.

Produk beras organik dari desa itu kini tak hanya merambah pasar lokal di Bali namun juga hingga Jakarta dan Surabaya.

Permintaan produk organik yang mulai menarik masyarakat membuat kelompok tani itu juga menerima gabah kering organik dari petani dengan membelinya Rp1.000 per kilogram lebih tinggi dibandingkan harga pasaran untuk gabah kering sebelum digiling.

Sedangkan penggilingan gabah yang ada di kelompok tani itu memiliki kapasitas hingga 150 ton dengan rata-rata per bulan mencapai 20-30 ton beras.

Pertanian organik menjadi praktik yang dapat membantu petani meningkatkan produktivitas dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.

Selain lebih sehat, produk organik juga menjamin tata kelola yang lebih ramah terhadap lingkungan. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan