Seribu Zaytun

Oleh : Dahlan Iskan--

"Menghitung apa?"�

"Menghitung angka-angka."�

"Angka-angka apa?"�

"Angka apa saja."�

Salah satu yang ia hitung selama di penjara ternyata adalah angka jumlah penduduk Indonesia. Saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, jumlah penduduk kita baru 60–70 juta jiwa. 

"Sekarang sudah 280 juta," katanya. "Naik 400 persen lebih," tambahnya. Padahal, itu hanya dalam kurun 79 tahun.�

Panji Gumilang merasa gundah dengan pertumbuhan penduduk itu. Berarti 100 tahun lagi penduduk Indonesia bisa mencapai 700 juta.

Yang ia gundahkan adalah: bagaimana mencukupi pangan mereka.�

Saya tidak punya kesempatan diskusi panjang. Saya merasa tidak sopan kalau terus berbincang dengannya –di depan ribuan orang yang sedang membaca Al-Qur’an. 

Semua yang hadir di depan kami memang terlihat membuka Qur’an dan membacanya dengan suara lirih. Terdengarlah dengung seperti suara ribuan kumbang lagi terbang bersamaan di dalam masjid.�

Acara itu dimulai dengan bacaan "bismillah" bersama. Lalu, menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tiga stanza.�

Di Al Zaytun lagu kebangsaan Indonesia harus selalu dinyanyikan lengkap tiga stanza. Itulah lagu Indonesia Raya yang asli. Bukan satu stanza seperti yang umumnya kita nyanyikan sekarang.

Dirigen lagu kebangsaan itu seorang Tionghoa. Pakai baju putih. Berjas. Dasi merah. Berkopiah. Berkaus tangan putih. Namanya: Tan Tjuan Hong.

Tan Tjuan Hong--

Bebarapa orang Tionghoa memang hadir di barisan depan. Juga banyak pendeta. Salah satunya Pendeta Robin Simanullang, penulis buku Al Zaytun.

Tag
Share