Ais Anis

Oleh : Dahlan Iskan--

Anda sudah tahu bahwa Anda tidak pernah tahu itu. Asfar memang tidak pernah mengumumkan hasil jajak pendapat Pusdeham. Ia hanya mengedarkannya untuk kalangan terbatas.

"Tanpa mengumumkan hasil kajian saja saya sudah kewalahan," ujar Asfar tadi malam. "Saya sudah menolak-nolak klien," tambahnya.

Asfar memang bukan tipe orang yang rakus. Ia membatasi jumlah klien. Maksimal 40 kabupaten/kota dan 40 calon anggota DPR/DPRD.

Pusdeham sangat menjaga akurasi. Ia tidak mau menangani terlalu banyak klien.

Di Pilpres yang barusan, Asfar juga melakukan penelitian. Hasilnya: Prabowo akan menang 51 persen.

Ketika tim Prabowo mengetahui itu mereka minta agar Pusdeham membukanya ke publik. Asfar tidak mau. Banyak yang marah kepadanya. Asfar tetap tidak mau merilisnya.

Asfar sangat layak menjadi guru besar. Sudah waktunya pula. Tapi ia tidak pernah mau mengurusnya.

"Takut terikat jadwal mengajar yang ketat," katanya.

Asfar terlihat sangat fokus di lembaga yang ia dirikan. Juga fokus ''membesarkan'' lima orang anaknya.

Empat anaknya lulusan Inggris. Termasuk si kembar. Dua-duanya. Satu lagi lulusan Swiss –karena ambil jurusan hospitality.

Anak-anak itu, semua, sekolah di SMP Al Hikmah Surabaya. Yakni sekolah Islam yang mahalnya sudah mengalahkan sekolah terbaik Kristen maupun Katolik di sana. Juga mutunya. Hanya kalah oleh SMP Ciputra (Disway 21 Juli 2024: Terbaik Baru).

Mereka juga masih SMA di Al Hikmah. Hanya untuk kelas satu. Setelah itu pindah sekolah ke Singapura –mendapatkan bea siswa karena prestasi akademi.

Bagaimana Ais bisa masuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)? Jadi ketua harian pengurus pusatnya pula? Apakah dia memang dari keluarga Nahdlatul Ulama (NU)?

"Ayah saya NU, ibu saya Muhammadiyah," ujar Asfar. Banyak yang seperti itu di Lamongan –daerah asal Asfar.

Kakak-kakak Asfar juga ada yang di Muhammadiyah. Asfar sendiri pernah ''mondok'' di pesantren Langitan –pondok bintang sembilannya NU.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan