Ulet Berkarya Dalam Sunyi Hingga Mampu Kuliahkan Anak

PENYANDANG TUNARUNGU: Pengusaha penyandang tunarungu Raden Ibrahim Somadinata menunjukkan produk usahanya dalam pameran UMKM di Bandung, Minggu (29/9/2024). --

Akhirnya, Raden pun tertarik kemudian membeli kamera bekas model analog dan mulai belajar fotografi hingga bisa menguasai bidang tersebut dan masuk komunitas fotografer amatir di kawasan Jalan Banceuy.

Dari kegiatannya tersebut, kepercayaan diri Raden mulai terbangun kembali, dan bisa menjadikannya sebagai sumber penghasilan dengan menjual jasanya di acara pernikahan, khitan, hingga di objek wisata.

Namun masuk tahun 2000, seiring dengan perkembangan teknologi kamera digital, Raden menemui kegiatan ini tak mampu lagi menopang kehidupannya, di mana pelanggannya lebih memilih fotografer berkamera digital, sementara untuk kamera baru dirinya tak mampu beli, yang menyebabkannya memilih "gantung kamera". Terlebih pada tahun itu juga dirinya menjalani kehidupan baru sebagai suami.

Dengan ada istri yang harus dinafkahinya, Raden memutar otak dan mempertimbangkan berbagai opsi yang ada, hingga pilihannya jatuh pada usaha kuliner dengan berbekal pertimbangan pada krisis 1998 bahwa usaha bidang makanan ini adalah yang paling aman dan stabil dibandingkan lainnya, meski masih belum diputuskan makanan apa yang jadi usahanya.

Di tengah pertimbangan berbagai jenis makanan, dia mengingat kabar bahwa madu merupakan obat selain bahan konsumsi sehingga komoditas inilah yang menjadi pilihannya, dengan harapan kondisi pendengaran juga bisa pulih pelan-pelan dengan konsumsi madu.

Madu Raden

Madu menjadi pilihan Raden dan istrinya untuk usaha barunya ,namun dirinya tidak memiliki pengetahuan, apalagi kemampuan di bidang tersebut. Akhirnya, kala itu, dia memutuskan belajar terkait madu, mulai dari THR Djuanda, hingga ke Kabupaten Bandung Barat dan Sukabumi.

Dari pembelajaran di beberapa tempat itu, serta modal yang bersumber dari dana pribadi dan bantuan berbagai pihak, akhirnya dia membuka usaha jual beli madu, baik yang disuplai para petani maupun yang dia budi dayakan sendiri, dengan memfokuskan pada jenis madu yang diproduksi lebah Apis cerana yang bisa memproduksi 1 kg per 3 bulan, dan lebah Trigona yang hanya memproduksi 1 kg madu per tahun.

Awalnya, pasar madu produksinya hanya di Bandung dan sekitarnya, dan yang terjauh adalah Jakarta dengan mengandalkan pemasaran mulut ke mulut.

Jalan beberapa waktu, dengan bekal pengetahuan bertahun-tahun, pengalaman, serta mulai aktifnya dia di berbagai komunitas, produk Madu Raden Ibrahim ini makin dikenal luas lewat berbagai seminar dan pelatihan terkait UMKM atau pengajaran terkait budi daya lebah dan menjadi petani yang dijalaninya.

Dari keaktifannya di berbagai komunitas UMKM dan disabilitas itu, dia juga berkesempatan untuk mengikuti berbagai program pembinaan dan bantuan usaha dari berbagai pihak mulai dari bantuan pemasaran digital, rebranding, hingga akses permodalan.

Salah satu yang masih diingatnya adalah bantuan dari PT Pegadaian yang diterimanya melalui organisasi nirlaba Alunjiva pada tahun 2023. Dalam program bantuan tersebut, Raden mendapatkan pelatihan pemasaran secara digital pada berbagai platform, pengemasan, rebranding, hingga bantuan permodalan, serta dilibatkan dalam pameran UMKM pada awal 2024 lalu.

Setelah dilatih selama 3 hari, termasuk memperkuat digitalisasi, ia juga diberikan akses permodalan tanpa jaminan, dengan bunga tahunan yang sangat ringan di bawah 1 persen. Kala itu, ia mengajukan Rp10 juta dulu.

Dengan berbagai usaha yang dilakukannya, kini produk madu Raden telah dikenal dan bisa menyuplai produknya ke pelanggan dari Sabang sampai Merauke.

Dari usaha madu yang dilakukannya ini, Raden mengaku mampu memberikan penghasilan bagi keluarga minimal Rp5 juta per bulan, bahkan bisa sampai membeli rumah yang ditempatinya kini dan menyekolahkan kedua anaknya sampai tinggi.

Tag
Share