Awalnya Ngajar dari Rumah ke Rumah, Kini Bangun PAUD Dari Dana Swadaya

PENDIRI PAUD NURI: Yosina Deda (48), seorang guru dan tokoh masyarakat Kampung Ayapo, Distrik Sentani, yang mendirikan PAUD Nuri saat ditemui pada Rabu (30/8/2023). --

Dari kejadian-kejadian itulah ia menyimpulkan bahwa tidak ada anak Indonesia yang bodoh, hanya saja masih banyak guru-guru atau orang tua yang kurang memberikan peluang untuk anak-anak itu.

Tantangan lain yang dihadapi oleh Yosi, yakni era digital yang membuat anak-anak lebih senang bermain gawai daripada belajar dengan buku fisik. Namun, ia tak mempermasalahkan itu dan malah melihatnya sebagai peluang untuk menyeimbangkan antara teknologi dengan pembelajaran konvensional.

Bagi dia, guru zaman sekarang mesti lebih keras berjuang. Harus ada guru yang bisa mengolah cara pembelajaran agar anak tetap bisa mencintai buku fisik, walaupun di gawai ada cerita audio visual yang mungkin lebih menarik bagi anak-anak

Pilihannya, dia ajarkan anak dengan kedua metode itu, yakni kadang dengan buku, kadang juga dengan ponsel pintar, sehingga ada keseimbangan dengan upaya konvensional dengan menyauti perkembangan teknologi informasi saat ini. Dengan cara itu, anak-anak Indonesia diharapkan tidak tertinggal dengan perkembangan teknologi.

Peningkatan kapasitas guru di daerah juga sangat penting baginya, karena masih banyak siswa yang saat ini memang sudah bisa membaca, tetapi belum bisa memahami isi atau maksud dari bahan bacaan.

Hidup Lebih Layak

Yosi mengajar bersama kelima orang guru lain yang membantunya di PAUD yang dikelolanya. Keenam orang ini hingga saat ini masih berstatus guru honorer dengan upah yang tak seberapa dari Pemerintah Kabupaten Jayapura. Ia mengaku menerima upah Rp500 ribu untuk 3 bulan.

Meski sudah 18 tahun mengajar, hingga kini ia belum juga diangkat sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Namun, hal itu tak pernah menghalanginya untuk terus berjuang. Sambil mengajar, Yosi juga berkebun, menjadi relawan di rumah baca, dan bekerja bersama lembaga-lembaga nirlaba yang juga membantunya agar PAUD Nuri tetap berdiri tegak dan menjadi pijakan bagi anak-anak untuk mendapatkan ilmu dan kembali berkontribusi untuk Papua.

Yosi mengaku pernah ke Jakarta bersama salah satu lembaga Kristen yang sering memberikan penguatan kepada guru-guru di pelosok. Pengalaman ke Jakarta semakin membuka hati dan pikirannya untuk mendidik anak-anak Papua agar tumbuh menjadi pembeda dan bisa kembali ke Papua untuk bersama-sama membangun Kampung Ayapo.

Saat ini, ia menaruh harapan besar pada salah satu anaknya yang bernama Marselina Putri Epa (Putri), yang kini juga menjadi aktivis baca untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat di Papua.

Saat ini, Putri sedang menempuh pendidikan sarjana di dua tempat, yakni Universitas Cenderawasih dan International University of Papua, dengan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Papua.

"Saya bilang kepada Putri, kau harus bisa jadi pengaruh. Ke depan, kamu berdiri, bunda di belakang. Bunda berlutut, berdoa untuk kamu, generasi-generasi mendatang, supaya untuk menyambut persaingan itu kau tidak tertinggal, kau juga bisa maju di depan untuk tolong mereka agar tumbuh ke depan juga," kata Yosi.

Masih banyak sosok seperti Mama Yosi yang juga berjuang di pelosok-pelosok Nusantara untuk tetap menjaga nyala anak-anak yang haus akan pendidikan, karena sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pendidikan adalah hak segala bangsa, dan selayaknya bangsa yang merdeka, seorang guru mesti bisa mendapatkan hak-hak untuk hidup lebih sejahtera. (ant)

Tag
Share