Diupah Sesuai Dengan Banyaknya Rajungan yang Dikupas
MENGUPAS RAJUNGAN: Sejumlah ibu-ibu pengupas rajungan (Portunus spp) tengah sibuk bekerja mengupas daging kepiting rajungan di rumah usaha milik Latifa di Pulau Kasu, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, Kepuluan Riau (10/9/2024). FOTO: ANTARA/LAILY RAH--
Sedikitnya ada empat pemilik usaha yang masih bertahan dan sudah bermitra dengan sejumlah pabrik pengolahan komoditas yang menjadi prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang berada di Medan dan Jakarta.
Sejumlah pemilik usaha kupas rajungan di Pulau Kasu, memulai usaha di tahun berbeda-beda. Latifa binti Muhammad Nur, meneruskan usaha peninggalan almarhum suaminya. Usaha tersebut awalnya dimulai oleh iparnya pada tahun 2005 dan bertahan hingga kini. Dari usaha itu dia mampu mempekerjakan 10 ibu rumah tangga dan dibantu tiga pekerja pria di bagian perebusan dan operator di dapur.
Dari usaha kupas rajungan yang dijalani Ipah, panggilan akrab Latifa (ibu dua anak) itu, juga mampu membiayai kehidupannya yang sejak 2020 ditinggal mati suami. Putri pertamanya sekolah di pesantren di Jawa dan putri bungsunya bersekolah di Pulau Kasu. Semua biaya pendidikan untuk dua anaknya dipenuhi dari usaha hasil laut tersebut.
Tidak hanya memenuhi keperluan keluarganya, dari usaha itu dia juga mempekerjakan perempuan lain di bagian pengemasan.
Aktivitas pengupasan dimulai dari perebusan rajungan pada pagi hari, kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, ibu-ibu pengupas datang ke tempat usaha yang tidak jauh dari rumah Ipah.
Mereka bekerja dari pagi dan selesai sebelum magrib, dengan sistem pengupahan sesuai dengan banyaknya rajungan yang dikupas. Upah itu juga tergantung bagian yang dikupas. Untuk yang paling sulit, bagian kaki, diupah Rp30 ribu per kg, bagian jepit Rp12 ribu per kg. Untuk badan, dibagi tiga ukuran, yakni tipe jumbo Rp10 ribu per kg, flower Rp40 ribu per kg, dan spesial Rp12 ribu per kg.
Dalam sepekan, Ipah mengirim dua kali rajungan kupas kepada mitranya, sebuah perusahaan pengolahan rajungan di daerah Medan, Sumatera Utara, dengan volume bervariasi. Kalau sedang musim bisa mencapai 100 kg dengan dua kali pengiriman.
Dengan pekerjaan itu, seorang pekerja bisa menerima upah Rp100 ribu hingga Rp200 ribu dalam sepekan. Untuk memenuhi kebutuhan di daerah yang jauh dari kota besar, nilai upah yang diperoleh itu cukup memenuhi kebutuhan keluarga, apalagi jika kebutuhan lainnya dapat dipenuhi dengan mengolah lahan pertanian.
Mengerjakan lahan pertanian atau pekerjaan lain, seperti beternak, bisa dikerjakan oleh para pekerja itu, ketika pasokan rajungan sedang sepi.
Tini (60), salah satu pekerja Ipah, sudah bergabung lebih dari 10 tahun, menikmati pekerjaannya mengupas rajungan, dimana uang upahnya digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari dan bisa untuk memenuhi kebutuhan lainnya.
Bahkan, pekerjaan mengupas rajungan ini juga diminati anak-anak. Ipah mengaku ada 3 anak-anak yang ikut membantu mengupas sepulang sekolah. Upahnya mereka gunakan untuk uang saku.
Usaha Potensial
Burhan (63), pemilik usaha kupas rajungan lainnya merasakan keuntungan usaha yang dijalaninya ketika Pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Beruntung usaha tersebut terus berjalan, sehingga tidak menyulitkanya bertahan di tengah pembatasan.
Rajungan merupakan salah satu dari 5 komoditas potensial yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Nilai ekspor dari Indonesia mencapai USD 448 juta pada tahun 2023. Selain itu, secara sosial, komoditas rajungan memberikan penghidupan bagi sekitar 90 ribu nelayan dan 180 ribu pengupas yang mengolah rajungan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Maret 2024, mendorong jajarannya untuk meningkatkan produksi rajungan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari mencari dan membudidayakan komoditas tersebut.