Mewariskan Teladan-teladan Mulia Kepada Bangsa
MONUMEN RAJA SISINGAMANGARAJA: Monumen Raja Sisingamangaraja XII di Jl. Sisingamangaraja, Kota Medan, Sumatera Utara, diambil gambarnya pada 14 September 2024. --
Sisingamangaraja XII dan Kewajiban Merawat Sejarah
Diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1992, patung Sisingamangaraja XII berdiri anggun di pusat kota Medan, Sumatera Utara.
MENAIKI kuda dengan satu tangan memegang tali pelana dan satunya lagi menghunus pedang, sang raja terlihat gagah dalam patung setinggi delapan meter berwarna putih itu.
Berjarak sekitar 1,5 km dari Istana Maimun dan Mesjid Raya Al-Mashun, yang juga ikon-ikon kota Medan, patung itu dibangun 31 tahun setelah si raja Batak ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno pada 19 November 1961.
Monumen-monumen seperti patung Sisingamangaraja XII memiliki fungsi pengingat untuk jasa-jasa pahlawan, bahwa generasi setelahnya bisa bercermin dari kepahlawanan orang-orang penuh wira di nusantara, termasuk meneladani nilai-nilai moral yang dimiliki pahlawan.
Raja Sisingamangaraja XII juga mewariskan teladan-teladan mulia kepada bangsa ini.
Ia adalah satu dari banyak pahlawan besar bangsa ini yang tak membiarkan dirinya berdiam diri kala melihat ketidakadilan dan penindasan, bahkan sembari menampik keistimewaan yang dijanjikan penguasa kolonial Belanda kepadanya.
Sang raja juga perlambang sempurna untuk kegigihan berjuang dan kekonsistenan bersikap, yang sebenarnya berakar dari nilai-nilai asli puak-puak nusantara.
Dia memilih mati berkalang tanah ketimbang menggadaikan harga diri, kehormatan dan statusnya sebagai manusia merdeka.
Sudah berulang kali Belanda menawarinya dengan sejumlah keistimewaan dengan imbalan tak lagi melawan Belanda. Tapi sesering itu pula Sisingamangaraja XII menampiknya.
Karena tak mempan bujuk rayu, Belanda lalu memerangi sang raja sampai tersudut. Bahkan dalam kondisi tersudut pun Sisingamangaraja tak sudi membungkukkan badan kepada penjajah.
Belanda lalu mengerahkan pasukan khusus Marsose pimpinan Kapten Hans Christoffel, yang dikenal ganas dalam menundukkan mereka yang menentang penguasa kolonial.
Di tangan serdadu Marsose itu pula Sisingamangaraja XII mengakhiri perlawanan heroiknya. Dia wafat ditembak Marsose pada 17 Juni 1907, bersama putri dan kedua putranya.