Mewariskan Teladan-teladan Mulia Kepada Bangsa
MONUMEN RAJA SISINGAMANGARAJA: Monumen Raja Sisingamangaraja XII di Jl. Sisingamangaraja, Kota Medan, Sumatera Utara, diambil gambarnya pada 14 September 2024. --
Versi baru sejarah itu juga sering didasarkan kepada spekulasi, asumsi dan bukti sumir yang absurd, yang menolak kaidah dan metodologi ilmiah.
Belakangan ini Indonesia dibuat bising oleh klaim-klaim sepihak bahwa hanya satu kaum yang membangun negara ini.
Mereka berusaha membelokkan sejarah sambil membesar-besarkan kiprah kaumnya sendiri, yang justru menjadi awal untuk membangun masyarakat berkelas-kelas, yang menolak pandangan inklusif yang dirangkul bangsa ini sampai kemudian membentuk Republik Indonesia.
Pengaburan dan pembelokan sejarah harus dijegal sejak dini. Mereka yang berusaha membangun narasi bahwa kaum tertentu lebih berjasa ketimbang kaum lainnya, tak boleh mendapatkan ruang lapang untuk menyebarluaskan pandangan dan narasinya.
Apalagi jika narasi itu melebih-lebihkan satu kaum yang pada dasarnya cikal bakal dari rasisme, yang menolak cita-cita masyarakat inklusif seperti dipesankan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".
Oleh karena itu, mengingat lagi perjuangan orang-orang besar seperti Raja Sisingamangaraja XII harus dilakukan, bukan saja dalam kaitan dengan hari-hari luhur seperti Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Sumpah Pemuda, tapi juga demi menggali dan menguatkan lagi nilai-nilai luhur nan otentik masyarakat nusantara yang toleran dan inklusif.
Sisingamangaraja XII, I Gusti Ngurah Rai, Cut Nyak Dhien, dan banyak lagi adalah penegas untuk fakta bahwa Indonesia dibangun dan dirawat oleh semua orang dari segala suku, agama, keyakinan, dan latar belakang.
Kepahlawanan mereka mesti diingat dan ditanamkan lagi pada benak generasi bangsa ini agar tak rusak oleh upaya segelintir kalangan yang berusaha mengkelas-kelaskan bangsa ini seperti penguasa kolonial melakukannya di masa lalu, yang menjadi awal untuk perbudakan baru yang semestinya lenyap dari bumi Indonesia. (ant)