Awalnya Hanya Beberapa Batang, Kini Beromzet Puluhan Juta Rupiah Perbulan
EDUWISATA: Eduwisata Aloe Land yang berada di Jeruklegi, Katongan, Nglipar, Gunungkidul.--
Meski konsumen tetap Alan, masih dalam cakupan nasional, dirinya sudah merasa bangga dan juga senang produk tanamannya itu bisa dilirik oleh produsen-produsen besar yang ada di Indonesia.
Untuk pemanfaatannya sendiri, Alan lebih fokus mengembangkan ke produk makanan seperti dijadikan minuman yang menggunakan bahan dari lidah buaya yang terkenal dengan berbagai manfaatnya seperti mencegah gerd, hingga kesehatan pencernaan.
Dirinya baru benar-benar percaya diri untuk memasarkan produk minuman yang dikemas dalam gelas plastik itu, pada 2016. Selama 2014 sampai 2015, Alan hanya mengamati dan juga meriset produknya ke keluarga terdekat.
Setelah produk itu aman untuk dikonsumsi dan juga tidak menimbulkan masalah, dirinya mulai memasarkan ke warung-warung terdekat hingga saat ini sudah bisa sampai ke luar Gunung Kidul tempat dia tinggal saat ini.
Kesempatan bagi Gen Z
Budi daya lidah buaya yang minim dengan perawatan, merupakan potensi besar untuk para petani muda atau kalangan Gen Z yang ingin menjadi petani dengan omset yang lumayan tinggi.
Dalam sebulan omset bersih yang dihasilkan dari tanaman ini bisa mencapai puluhan juta rupiah dengan luasan lahan sekitar 3.000 meter persegi. Meski tidak disebutkan dengan jelas berapa penghasilannya dalam setiap panen. Angka tersebut tentu menggiurkan bagi kaum muda yang ingin beralih profesi.
Petani setempat mendapat harga jual lidah buaya sekitar Rp5.000 sampai Rp6.000 per kilogram sehingga dengan produktivitas per hektare 2,5 ton per bulan maka pendapatan kotor petani minimal Rp12,5 ton per hektare selama sebulan. Jika biaya penyiangan dan perawatan sekitar Rp5 juta maka penghasilan bersih sekitar Rp7,5 juta per bulan.
Persaingan di industri lidah buaya, dikatakan oleh Alan belum begitu banyak. Sehingga, peluang mereka untuk bersaing masih terbuka sangat lebar. Asalkan mereka bisa benar-benar menekuni industri tersebut.
Menurut dia, generasi milenial yang enggan dengan segala keribetan dalam bertani bisa memilih budi daya lidah buaya karena mudah perawatannya dan pasarnya juga masih terbuka.
Kemudahan itu bisa dilihat dengan pergantian pupuk yang hanya dilakukan selama 4-5 bulan sekali. Penyiraman yang dilakukan juga tidak perlu setiap hari atau hanya 4 hari sekali. Hanya saja, jika masuk ke musim penghujan, yang harus diperhatikan adalah genangan air.
Lidah buaya perlu ditanam di gundukan tanah yang agak tinggi untuk menghindari adanya genangan air ini di musim hujan. Harus diperhitungkan arah aliran air saat musim hujan guna meminimalisir genangan air di sekitar tanaman.
Ketika itu tidak terkontrol dengan baik, tanaman tersebut akan tidak menjadi subur dan lembek. Sehingga, lidah buaya tidak bisa dipanen seperti pada umumnya.
Aloe Land
Kini Alan sudah memiliki ladang seluas 3.000 meter persegi dan lahan tersebut juga dijadikan tempat edukasi bagi para turis yang berkunjung ke Gunugkidul dengan nama Aloe Land.