Anggota Komisi II DPR Setuju Gubernur Dipilih DPRD
JAKARTA- Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan fraksi Partai Golkar mengaku setuju dengan wacana gubernur dipilih oleh DPRD untuk efisiensi anggaran. Namun, ia berpendapat pemilihan bupati atau wali kota lebih baik tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Pernyataan itu disampaikan Irawan menanggapi wacana yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto tentang perbaikan sistem pemilu.
Prabowo menyebut, sistem Pilkada yang ada saat ini cukup mahal sehingga mengusulkan gubernur lebih baik dipilih secara tidak langsung melalui DPRD, sebagai perwakilan rakyat seperti di beberapa negara lain.
“Paling bagus menurut saya memang gubernur dipilih oleh DPRD saja. Pertimbangan adalah karena kekuasaan dan wewenang gubernur hanya perpanjangan tangan pemerintah pusat. Tapi untuk bupati/wali kota, lebih bagus untuk tetap langsung,” kata Ahmad Irawan kepada wartawan, Minggu (15/12).
Irawan menjelaskan alasan dia setuju gubernur lebih baik dipilih oleh DPRD seperti yang diusulkan Prabowo. Pertama, gubernur bisa mengurus wilayahnya berdasarkan asas otonomi daerah.
Ia menyebut, asas otonomi daerah tertuang dalam Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 sebagai ketentuan konstitusional. Bahwa gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis. Dalam asas otonomi daerah, Pilkada disebut merupakan wujud dari kebijakan desentralisasi politik.
“Jadi daerah punya otonomi memilih sendiri siapa kepala daerahnya. Dalam desain kebijakan desentralisasi kita, otonomi daerah itu ada pada pemerintahan kabupaten/kota. Provinsi melakukan tugas pembantuan (dekonsentrasi) atau sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat,” lanjut Irawan.
Menurut dia, prinsip dan praktik konstitusional itu dapat dimaknai bahwa pilkada bisa dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung (direct/indirect democracy).
“Maka dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pilkada atau tidak langsung melalui DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, itu sama demokratisnya dan juga masih sesuai dengan prinsip konstitusionalisme,” jelasnya.
“Karena anggota DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota, anggota-anggotanya juga dipilih melalui pemilihan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 3 UUD 1945,” sambung Irawan.
Ia meyakini perpindahan pemilihan kepala daerah, khususnya gubernur, menjadi dipilih oleh DPRD dapat mengefisiensikan anggaran pelaksanaan Pilkada. Sebab, bongkar pasang kebijakan pelaksanaan Pilkada di Indonesia selama ini tidak berjalan efisien.
“Terkait dengan prinsip efisiensi, hal tersebut merupakan asas/prinsip yang kita jadikan dasar dalam merumuskan kebijakan/teknis penyelenggaraan pemilu. Efisiensi tergantung dari kebijakan politik hukum kita yang diatur dengan undang-undang,” ujarnya.
Irawan menilai, efisiensi merupakan masalah teknis semata. Yang terpenting adalah agar pelaksanaan Pilkada masih dalam koridor dan prinsip konstitusionalisme.
“Menurut penalaran yang wajar, kita bisa mendapatkan kepala daerah yang lebih berkualitas dengan biaya yang efisien jika dipilih DPRD. Kita sudah coba mengefisienkan lewat pemilihan serentak, ternyata maksud kita melakukan efisiensi tidak tercapai. Implementasinya justru mahal dan rumit,” tutur Irawan.