Menjaga Keanekaragaman Hayati, Melindungi Gajah di Lancang Kuning
TEROWONGAN GAJAH: Beberapa ekor gajah melintas di bawah tol Permai. FOTO: ANTARA --
Pendekatan Budaya
Tidak hanya dari pemerintah, komunitas masyarakat juga bergerak untuk memastikan keberlanjutan populasi gajah terutama di wilayah Riau, termasuk dengan menggunakan pendekatan budaya.
Git Fernando, Manajer Elephant Monitoring Team di RSF, menyampaikan bahwa sosialisasi memperkenalkan gajah sebagai bagian tidak terpisahkan dari budaya masyarakat Riau terus dilakukan.
Dasar untuk kegiatan itu sudah ada karena masyarakat asli Riau mengenal gajah sebagai Datuk Godang atau datuk besar. Git menyampaikan panggilan datuk di masyarakat Riau diberikan kepada orang yang dituakan dan dihargai.
Dengan pendekatan bahwa gajah memiliki panggilan datuk di dalam budaya Riau maka masyarakat akan lebih memberikan penghormatan dan menganggapnya sebagai bagian tidak terpisahkan dari budaya mereka.
Menekan rasa permusuhan dan mengembalikan gajah sebagai bagian dari masyarakat akan membangun rasa kepemilikan masyarakat, dan pada akhirnya akan mendorong keinginan untuk menjaga satwa yang terancam punah itu.
Pendekatan budaya itu diperlukan karena sosialisasi kepada masyarakat lewat pendekatan hukum tidak akan terlalu efektif. Karena itu akan melawan kebutuhan ekonomi, ujar Git.
Terlebih pendekatan budaya, yang memperkenalkan gajah sebagai datuk yang dihargai oleh orang-orang tua sejak zaman dulu, akan lebih memberikan dampak kepada pola pikir warga.
Git mengaku pihaknya sejak 2021 terus melakukan pendekatan budaya tersebut, dengan sosialisasi menyasar ke masyarakat terdampak yang dipetakan berada di 34 desa di wilayah tersebut.
Hal itu perlu dilakukan karena survei persepsi yang diadakan oleh RSF beberap tahun sebelumnya memperlihatkan warga desa menganggap gajah sebagai hama pengganggu keberlangsungan perkebunan.
Untuk itu, berbagai kegiatan sosialisasi tersebut pada akhirnya bertujuan untuk mencapai harmonisasi manusia dan gajah, karena saat manusia menyadari perlunya berbagi ruang maka akan mendukung pelestarian gajah.
Upaya-upaya itu pun mulai membuahkan hasil, yang salah satunya terlihat dalam momentum kelahiran 8 ekor gajah yang terjadi dalam tiga tahun terakhir di Riau.
Git menyebut kebahagiaan para penggiat konservasi tidak hanya karena adanya kelahiran baru gajah liar, tapi juga laporan masyarakat desa yang menyebut mereka sebagai "gajah kita".
Hal itu memperlihatkan adanya pergeseran sudut pandang warga yang melihat gajah sebagai harta bersama yang perlu dijaga.
Rasa kepemilikan dan penghormatan kepada gajah tersebut harus terus dipupuk, untuk memastikan generasi baru di masa depan dapat terus melihat Datuk Godang berjalan menyusuri hutan dan bermain di sungai di Bumi Lancang Kuning.