DPR Bahas Dampak Putusan MK Terhadap Jumlah Capres Usai Hapus Presidential Threshold
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan Presidential Threshold (PT) dalam Undang-Undang Pemilu, Komisi II DPR RI berencana membahas kembali ketentuan jumlah pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan bertarung dalam Pemilu 2024.
Keputusan MK yang menghilangkan ambang batas pencalonan ini bisa berdampak pada dinamika pemilu dan kualitas demokrasi Indonesia.
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa meskipun keputusan MK bersifat final dan mengikat, perlu ada pembahasan lebih lanjut untuk memastikan jumlah pasangan capres yang muncul tidak terlalu banyak dan tidak mengganggu efisiensi serta kualitas proses pemilu.
BACA JUGA:MK Hapus Presidential Threshold, Beri Banyak Pilihan Untuk Pengusulan Paslon Presiden dan Wapres
BACA JUGA:MK Hapus Presidential Threshold, Perludem: Era Demokrasi Lebih Inklusif
"Kami akan segera mendiskusikan hal ini dengan pemerintah setelah masa reses, untuk memastikan bahwa revisi ketentuan ini tidak justru menciptakan masalah baru dalam sistem demokrasi kita," ujarnya, Jumat (03/01).
Menurut Rifqinizamy, keputusan MK yang menghapus PT berisi dua poin penting. Pertama, penghapusan persyaratan yang mengharuskan pasangan capres-cawapres didukung oleh partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara pada pemilu legislatif sebelumnya.
Kedua, MK memberi ruang bagi DPR dan pemerintah untuk merumuskan norma baru terkait syarat pencalonan.
Terkait hal ini, Rifqinizamy menambahkan bahwa diperlukan pembahasan lebih mendalam tentang norma yang akan diatur untuk memastikan agar sistem pencalonan tidak berkembang ke arah yang berlebihan, yang berpotensi memecah fokus pada kualitas kompetisi demokrasi dan memperburuk sistem presidensial Indonesia.
Pembahasan tentang jumlah pasangan capres dan cawapres ini akan dimulai setelah reses DPR yang berakhir pada 20 Januari 2025.
Rifqinizamy menegaskan pentingnya penyusunan aturan yang tepat untuk mencegah terjadinya liberalisasi demokrasi yang dapat melemahkan sistem pemilu nasional.
Pada Kamis, 2 Desember 2024, MK memutuskan untuk menghapus ketentuan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur Presidential Threshold, karena dianggap bertentangan dengan konstitusi.
Keputusan ini membuka kemungkinan bagi lebih banyak pasangan capres-cawapres yang mencalonkan diri tanpa batasan kursi atau suara di DPR.
Dengan keputusan tersebut, MK mengabulkan permohonan yang diajukan oleh sejumlah pihak dan menyatakan bahwa PT tidak sesuai dengan semangat konstitusi, memberikan dampak signifikan terhadap regulasi pemilu yang akan datang. (*)