Home Science Process Skills Jadi Cara Atasi Kebingungan Terhadap Kurikulum Negara Sendiri

Gamaliel Septian Airlanda, Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Kristen Satya Wacana--
Oleh: Gamaliel Septian Airlanda*
MODE pasrah dan lelah dengan kegemaran gonta-ganti kebijakan, perangkat hingga kurikulum telah menjadi makanan sehari-hari guru Indonesia. Kondisi ini justru mengakibatkan sikap pasif menjamur dan makin subur. Guru serasa sebagai kelinci percobaan yang dijadikan permainan tetapi diikat dengan dalih tunjangan dan gaji. Tidak heran banyak orang berkualitas kabur dan tidak melirik profesi guru. Namun, dari semua kondisi ini kita patut bersyukur karena masih banyak guru berdedikasi untuk generasi penerus bangsa. Kekhawatiran tentang perubahan kurikulum sempat merebak saat Menteri yang mengurus Pendidikan dipecah menjadi tiga, yaitu: a) Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, b) Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan teknologi, serta c) Menteri Kebudayaan. Perubahan ini diikuti dengan gosip yang merebak dimulai dari mulai berakhirnya program guru penggerak hingga akan dilaksanakannya kembali Ujian Nasional. Jika diingat kembali hal-hal semacam ini selalu ada setiap terjadi pergantian kekuasaan. Bukan tanpa sebab, melainkan ekspresi tentang meragukan kepastian arah pendidikan dari para pelaksana lapangan (guru, dosen, praktisi, peneliti pendidikan). Perlu ada solusi mengatasinya.
Ide untuk mengatasi sebuah kondisi dapat berasal dari berbagai macam pengalaman. Peristiwa pandemik covid-19 tidak selamanya buruk. Kurikulum yang dikembangkan berbagai negara dalam mengatasi kendala belajar perlu menjadi pemikiran penting. Bisa jadi, kurikulum yang berkembang di masa gawat darurat justru menjadi obat penenang kebingungan arah pendidikan kita. Pada saat manusia mengalami masa Pandemi Covid19, segala bentuk keterbatasan wajib diatasi dengan solusi secepatnya bukan didiskusikan ataupun diperdebatkan. Masa itu, tidak ada lagi alasan sekolah daerah pinggiran, perkotaan ataupun sekolah swasta dan negeri. Seluruh proses belajar dikembalikan di rumah.
Kondisi ini membuat sebuah pemikiran bahwa secanggih apapun teknologi dikembangkan, atau sekeren dan secepat apapun transportasi diciptakan, maka rumah adalah tempat seorang manusia kembali. Kondisi stay at home menjadi catatan penting bahwa rumah adalah tempat paling penting di dunia ini. Memang manusia modern mengenal berbagai macam istilah tempat tinggal, seperti: rumah sewa, kos, apartemen, flat house dan sejenisnya. Pemikiran ini bukan berarti membawa kita untuk kembali mengalami keterpurukan masa pandemi. Melainkan memikirkan situasi dasar manusia dalam belajar. Sekaligus pemikiran ini membawa kita menemukan solusi nyata tentang sebuah cara belajar jika berulang kali pemerintah mengganti Kurikulum.
Menurut ChatGPT, rumah adalah sebuah bangunan tempat tinggal, simbol kehangatan dan kenyamanan serta simbol asal-usul atau identitas. Sebuah penelitian di tahun 2021 dengan judul: “Studying Abroad at Home: The Meaning of Education Abroad During the Pandemic”, menemukan sebuah pergeseran makna rumah yang signifikan. Dalam tulisan ini rumah dapat dinyatakan sebagai sebuah tempat berkarya, tempat belajar, tempat mewujudkan cita-cita (Gaitanidis, 2021). Selaras dengan pemikiran tersebut penelitian Gamaliel Septian Airlanda di Tahun 2016 menemukan sebuah pendekatan pembelajaran yang disebut Home Science Process Skills (HSPS). Adapun definisi HSPS pengorganisasian materi pembelajaran yang mengembangkan keterampilan proses sains berbasis kehidupan sehari-hari (daily life) dan dapat dilakukan oleh siswa di rumah dengan bimbingan guru (Airlanda, 2016). Penelitian HSPS terus dikembangkan hingga mendapatkan Hak Cipta pada 1 Juli 2024.
Rumah sebagai tempat pertama kali seorang anak bertumbuh dan belajar tentang kehidupan. Di sisi lain, rumah adalah sebuah tempat seseorang untuk berproses membentuk karakter, pemikiran, keunikan hingga impian. Begitu dahsyatnya pengaruh rumah dalam hidup manusia, maka kunci pengembangan kurikulum pembelajaran modern adalah melibatkan rumah sebagai sumber belajar. HSPS memiliki lima tahapan yang sangat mudah diingat yaitu 5C (Cari, Catat, Coba, Cipta, Cerita). Tahapan ini dikembangkan dari prinsip dasar metodologi ilmiah yang dikemas dengan lebih praktis. Situasi, peristiwa dan pengalaman di rumah menjadi materi utama pendekatan pembelajaran ini. Pengalaman langsung yang telah berulang-ulang dialami atau dilakukan akan membuat seseorang belajar tentang pola-pola spesifik yang ada dalam sains (Airlanda,2019). Dapat kita cermati bahwa manusia akan cenderung membuat spesifikasinya di rumah. Manusia punya jam, tempat, perilaku khusus jika berada di rumah. Bahkan kita punya tempat penyimpanan uang khusus yang kita pikirkan ayah, ibu, kakak, atau adik tidak tahu keberadaanya. Seseorang di rumah akan menjadi 100% versi dirinya termasuk kekhasan dalam menyelesaikan masalah. Pola yang dimaksud ini, tanpa disadari membentuk metode ilmiah yang terdiri dari: menemukan masalah, memunculkan hipotesis, melakukan percobaan atau pengujian, menyusun data hasil pengujian serta menyimpulkan. Urutannya menginspirasi rincian dari HSPS sebagai berikut:
1. Cari adalah cara untuk seseorang diajak menemukan secara spesifik dan mengungkapkan ketertarikannya terhadap sebuah topik yang ingin mereka pelajari atau dikerjakan di rumah.
2. Catat adalah cara untuk seseorang dibimbing menuliskan informasi yang terkait dengan topik pilihannya. Seseorang akan diajak untuk menemukan bacaan-bacaan yang mendukung, informasi online ataupun sumber terpercaya lainnya. Tentu saja informasi yang dimaksud berkaitan dengan lingkungan rumah dan berada pada area terdekatnya. Hal ini akan menjaga informasi yang dimaksud bersifat kontekstual.
3. Coba menjadi cara seseorang untuk melakukan sebuah inovasi sesuai topik dan disesuaikan dengan kondisi khas di rumah. Seseorang akan melakukan hal ini dengan mempertimbangkan ciri khas yang ada pada dirinya. Sehingga pada bagian ini identitas seseorang akan menjadi kuat melalui proses ilmiah.
4. Cipta merupakan bagian formulasi ide ke arah yang lebih terstruktur dan konkret. Seseorang akan memastikan bahwa sesuatu yang telah dicoba memiliki nilai guna, efektif serta efisien di rumah. Dengan demikian seseorang akan memiliki produk buatannya sendiri yang telah diuji oleh dirinya sendiri.
5. Cerita berkaitan dengan cara seseorang menemukan masukan terhadap produk ciptaannya tanpa ada rasa takut dan malu. Karena penggunanya adalah dirinya sendiri serta orang-orang terdekat di rumah. Bahkan melalui support dari orang terdekat di rumah, produk ini pun dapat dengan percaya diri diperluas untuk orang lain.
Sebenarnya tahapan di atas telah sering dilakukan oleh seorang Ibu yang akan membuatkan makanan terlezat bagi setiap anggota keluarganya. Seorang Ibu akan mencari setiap rasa masakan yang disukai anggota keluarganya (sesuai tahap Cari). Ibu akan mencatat kebutuhan bahan makanan bahkan rela belajar resep dari tetangga, rekan, mertua untuk menyajikan makanan itu (sesuai tahap Catat). Selanjutnya Ibu akan berusaha mencoba membuat masakan tersebut dan menyajikannya untuk keluarga. Ibu akan kembali menyesuaikan rasa spesifik dengan lidah anak atau suaminya (sesuai tahap Coba dan Cipta). Pada bagian akhir, Ibu akan menanyakan pendapat anggota keluarganya tentang masakan yang telah dibuatnya. Tidak jarang, banyak Ibu yang kemudian percaya diri untuk membagikan resep yang dimilikinya jika mendapat feedback positif dari anggota keluarganya (sesuai tahap Cerita). Seorang Ibu akan menjadi 100% dirinya saat berada di rumah.
Tulisan ini menyadarkan kita bahwa untuk mampu mengenali pola belajar yang paten dan menjadi versi terbaik dari diri kita adalah dengan memahami pola interaksi di rumah. Dengan demikian HSPS telah mampu menjadi salah satu solusi jika Kurikulum berganti-ganti tanpa arah. HSPS mampu menjadi cara untuk tetap belajar di tengah kondisi krisis, penuh kebingungan, keraguan. Karena rumah akan menjadi tempat belajar paling jujur di dunia. Hasil belajar di rumah akan menghasilkan manusia yang utuh baik secara kognitif, afektif maupun psikomotor. Pengambil kebijakan pendidikan di negara kita perlu belajar tentang esensi dan tujuan kurikulum hadir.
Pustaka: Airlanda, G. S. (2016). Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi Berbasis HSPS Dipadukan Blended Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa XI IPA SMA Kristen Petra Malang. Jurnal Pendidikan Sains, 04(1), 1–5. Airlanda, G. S. (2019). Identifikasi Pemahaman Sains Mahasiswa PGSD UKSW Tentang Pola Makan Sehari-hari Berbasis Home Science Process Skill. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 9(1), 93–102. https://doi.org/10.24246/j.js.2019.v9.i1.p93-102. Gaitanidis, I. (2021). Studying abroad at home: The meaning of education abroad during the pandemic. PORTAL: Journal of Multidisciplinary International Studies, 17(1–2), 67–72. https://doi.org/10.5130/pjmis.v17i1-2.7409. (*Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Kristen Satya Wacana)