Pentingnya Deteksi Dini dan Penanganan Tepat untuk Cegah Hipertensi di Indonesia

Ketua INASH dr. Eka Harmeiwaty, Sp.N menjelaskan situasi terkini dari penyakit hipertensi di Indonesia dalam temu media di Jakarta--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Hipertensi menjadi masalah kesehatan yang terus berkembang di Indonesia dan Asia Pasifik, dengan banyak kasus yang tidak terdiagnosa dan pengobatan yang tidak sesuai pedoman medis.

Hal ini menjadi perhatian utama bagi Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (INASH), yang menyoroti pentingnya peran tenaga kesehatan (nakes) dalam mengidentifikasi dan menangani penyakit ini dengan lebih efektif.
Menurut Ketua INASH, dr. Eka Harmeiwaty, Sp.N, masalah utama yang dihadapi dalam pengendalian hipertensi adalah ketidakmampuan banyak pasien untuk mengetahui kondisi mereka, serta rendahnya kesadaran untuk mematuhi pengobatan.

Selain itu, terdapat juga kendala dari tenaga medis dalam memperbarui metode pengobatan sesuai standar terbaru, yang dikenal dengan istilah 'clinical inertia.'
"Di Indonesia, dan juga negara-negara Asia Pasifik lainnya, kita masih menghadapi banyak tantangan, termasuk rendahnya tingkat diagnosis hipertensi dan ketidakpatuhan pasien terhadap terapi yang diberikan," ujar Eka saat berbicara dalam temu media di Jakarta.
Berdasarkan data dari Riskesdas 2018, hanya sekitar sepertiga dari penderita hipertensi yang berhasil mencapai pengobatan yang efektif.

Dalam survei yang dilakukan oleh INASH, hasil serupa ditemukan, di mana hanya 38,2% pasien hipertensi yang berhasil mengontrol tekanan darah mereka dengan baik.
Untuk mengatasi masalah ini, Eka menekankan perlunya pendekatan yang lebih holistik, yang mencakup perubahan pola hidup masyarakat, peningkatan akses ke layanan kesehatan, serta edukasi yang lebih luas tentang bahaya hipertensi.

“Hipertensi seringkali terabaikan karena tidak menimbulkan gejala langsung. Padahal, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius seperti stroke, penyakit jantung, hingga gagal ginjal,” lanjutnya.
Di Indonesia, faktor risiko utama yang meningkatkan prevalensi hipertensi adalah pola makan yang tinggi garam, merokok, dan obesitas.

Oleh karena itu, perubahan gaya hidup, seperti mengurangi konsumsi garam dan menjaga berat badan ideal, sangat dianjurkan sebagai langkah pencegahan sejak dini.
Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa faktor genetik dapat memainkan peran besar dalam perkembangan hipertensi.

Studi menemukan bahwa sekitar 60% kasus hipertensi dipengaruhi oleh faktor genetik, yang membuka kemungkinan untuk melakukan tes genomik sebagai metode deteksi dini.
Lebih lanjut, Eka mengingatkan agar pemerintah segera memperbaharui kebijakan terkait batas konsumsi garam dan memperketat regulasi pada makanan kemasan serta produk olahan yang beredar di pasaran.

Ia juga berharap masyarakat dapat lebih peduli dengan membaca label makanan agar mereka lebih sadar akan kandungan garam yang tersembunyi dalam produk-produk tersebut.
Dengan deteksi dini dan pengobatan yang tepat, diharapkan Indonesia dapat mengurangi dampak hipertensi dan mencegah komplikasi yang bisa berakibat fatal bagi penderitanya. (*)

Tag
Share