DKPP Periksa Anggota Bawaslu Bolaang Mongondow

Ketua dan dua Anggota Bawaslu Kabupaten Bolaang Mongondow sebagai teradu tengah di periksa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). --

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyelenggarakan sidang pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 309-PKE-DKPP/XI/2024 di Kantor KPU Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado.
Perkara ini diadukan oleh Budi Nurhamidin yang merupakan seorang pengurus Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Bolaang Mongondow.

Ia mengadukan Ketua dan dua Anggota Bawaslu Kabupaten Bolaang Mongondow, yaitu Radikal Mokodompit, Neila Montolalu, dan Akim E. Mokoagow.
Budi mengadukan ketiganya terkait dengan tidak ditindak lanjutinya laporan yang disampaikan kepada Bawaslu Kabupaten Bolaang Mongondow tentang pemberhentian dan pengangkatan pejabat yang dilakukan oleh Pj. Bupati Bolaang Mongondow.
Menurut Budi, pemberhentian dan pengangkatan tersebut setidaknya terdapat 155 orang pejabat di lingkungan sekertariat Kabupaten Bolaang Mongondow.

Hal ini disebutnya telah melanggar ketentuan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 100.2.1.3/1575/SJ dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada) karena pengangkatan tersebut dilakukan enam bulan sebelum penetapan calon kepala daerah yang berkontestasi dalam Pilkada 2024.
“Pj. Bupati dilarang melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri. Sedangkan Mendagri hanya menyetujui 31 nama pejabat saja,” ungkap Budi.
Tak hanya itu, Pj. Bupati Bolaang Mongondow yang melantik tersebut, yaitu Limi Mokodompit belakangan ternyata juga mendaftar sebagai salah satu Calon Bupati dalam Pilkada Bolaang Mongondow Tahun 2024.
“Para teradu memutuskan laporan yang kami ajukan dengan status tidak dapat ditindaklanjuti dengan penjelasan yang menurut kami tidak komprehensif dan mendalam,” jelas Budi.
Sementara Ketua Bawaslu Kabupaten Bolaang Mongondow Radikal Mokodompit mengatakan, keputusan untuk tidak ditindak lanjutinya laporan Budi tidak hanya diputuskan oleh Bawaslu Kabupaten Bolaang Mongondow saja, melainkan berdasar pembahasan bersama Sentra Gakkumdu Kabupaten Bolaang Mongondow bersama dengan unsur kepolisian dan unsur kejaksaan.
Radikal mengungkapkan, berdasar pembahasan Sentra Gakkumdu tidak ditemukan unsur dugaan tindak pelanggaran pidana karena kebijakan pergantian pejabat yang dilakukan oleh Pj. Bupati Bolaang Mongondow tidak dapat menjadi subyek hukum mengingat adanya surat izin dari Mendagri.

Ia juga menambahkan, dalam surat persetujuan Mendagri terdapat klausul yang menyebut bahwa persetujuan Mendagri dapat batal jika data yang disampaikan tidak benar dan tidak sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan.
“Hal ini bukan menjadi domain Bawaslu untuk menindaklanjuti, melainkan kewenangan dari Mendagri untuk memberikan sanksi administrasi kode etik disiplin ASN yang juga sebagai Pj. Bupati terhadap segala ketidakpatuhan dengan isi surat persetujuan tersebut,” terang Radikal.
Radikal juga menyebut Budi telah merujuk pada ketentuan pasal 71 ayat (5) UU Pilkada petahana yang melanggar ketentuan pergantian pejabat sebelum enam bulan penetapan calon kepala daerah akan dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU.
Namun, menurut Bawaslu Kabupaten Bolaang Mongondow Limi Mokodompit tidak dapat dikategorikan sebagai petahana karena ia ditunjuk oleh Mendagri untuk menduduki jabatan Pj. Bupati Bolaang Mongondow karena adanya kekosongan jabatan.
“Sedangkan petahana dalam jabatan bupati merujuk pada seseorang yang saat ini menjabat sebagai bupati dan mencalonkan kembali dirinya dalam pemilihan berikutnya. Dengan kata lain, petahana adalah pejabat yang sedang menjabat dan berupaya untuk mempertahankan posisinya dalam pemilihan yang akan datang,” jelas Radikal. (*)

Tag
Share