Buka Pijat Refleksi, Juga Dipercaya Urus Pesantren

TETAP BERKARYA: Tuna netra asal Kediri Soni Primawanto bersama anaknya saat belajar. FOTO: ANTARA/ HO-DOKUMEN PRIBADI SONI PRIMAWANTO --
Cerita Soni Primawanto, Tuna Netra di Kediri yang Tetap Eksis Berkarya dan dakwah
Bagi Soni Primawanto, kekurangannya pada indra penglihatan tidak membuat dia patah semangat, tetapi dia justru terus berkarya dan berdakwah. baik secara langsung, maupun melalui media sosial.
---
SONI Primawanto mempunyai kisah yang unik. Pria yang kini berusia 35 tahun itu mengalami tuna netra sejak umur tiga tahun. Saat itu, ia mengalami sakit panas hingga berdampak pada indera penglihatannya hingga tidak bisa melihat.
Bapak satu anak yang tinggal di Desa Cerme, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, Jawa Timur itu menceritakan kisah hidupnya yang penuh lika-liku. Karena tuna netra sejak kecil, ia sempat kesulitan untuk belajar di sekolah khusus. Saban hari saat kecil, ia lebih banyak ikut mengaji di pesantren.
Ia terus belajar dan mengasah kemampuan dengan menghafal ayat-ayat suci Al-Qur'an. Cukup sulit memang, karena hanya mengandalkan indra pendengaran untuk belajar.
BACA JUGA:Kekurangan Gizi Berisiko Tingkatkan Komplikasi Kesehatan Serius
BACA JUGA:Pemerataan Guru di Daerah Terpencil, Solusi untuk Menanggulangi Kekurangan Tenaga Pengajar
Masa kecilnya dilewati dengan tanpa belajar huruf braile. Namun, dengan menghafal justru memperkuat ingatannya. Ia pun bisa dengan mudah menghafal ayat suci Al-Qur'an sejak usia dini.
Tahun demi tahun berlalu. Soni pun tumbuh menjadi sosok penghapal Al-Qur'an. Dia pun konsisten membagikan ilmu yang ia dapat dengan mengajari anak-anak kecil di desanya.
Keterbatasan yang ia punya, tak menyurutkan semangatnya mengabdi. Ia pun aktif di daerahnya dengan kegiatan sosial keagamaan hingga kemudian dia mendapatkan kesempatan untuk memperdalam ilmu.
Pada 2002 akhir, perangkat desa mengirimkan Soni ke Malang untuk belajar. Ia pun mulai mengenal huruf braile dan dengan tekun mempelajarinya.
Ia belajar sangat antusias. Diberikan kesempatan menimba ilmu adalah sesuatu anugerah yang luar biasa baginya. Ia pun kemudian bisa membaca dan mendengar.
Selain diajari membaca, ia pun diajari keterampilan memijat di sekolah tersebut. Keterampilan itu terus ia tekuni hingga ia pernah menjadi perwakilan untuk dikirim ke Jakarta.