Libatkan 147.186 Responden dari 142 Negara
BANTUAN: Pengemasan bantuan dari Indonesia untuk Palestina di salah satu gudang di New Cairo, Mesir.--
Bahkan, almarhum Prof Azyumardi Azra yang merupakan guru besar sejarah UIN Syarif Hidayatullah pernah manyatakan bahwa filantropi Indonesia memiliki keunikan yang tiada bandingannya di dunia.
Pesona kedermawanan warga Indonesia di mata dunia, sayangnya di dalam negeri malah mudah disalahgunakan. Sebutlah kasus penyelewengan dana sosial oleh lembaga penghimpun dana kemanusiaan, juga banyaknya penyimpangan anggaran penanganan bencana oleh pejabat daerah hingga menteri, kemudian maraknya peminta-minta, yang padahal, hanya pemain drama.
Sifat masyarakat kita yang gampang menaruh iba, dimanfaatkan oleh orang-orang yang gemar bermain di wilayah kasihan. Entah belajar dari mana, para pengemis gadungan itu mempunyai kepandaian bermain peran menjadi sosok seolah-olah tak berdaya dengan didukung kostum dan properti yang meyakinkan. Walhasil, uang puluhan juta bisa mereka peroleh dari menyalahgunakan kebaikan dan sifat belas kasih masyarakat.
Petugas kamtibmas bersama dinas sosial di berbagai kota telah berhasil menangkap sebagian besar sindikat pengemis palsu tersebut untuk dilakukan pembinaan dan dikembalikan ke kampung halamannya. Kenyataan bahwa mereka rupanya memiliki rumah mewah di kampungnya dari hasil mengelabui para dermawan di jalan, semoga tidak membuat masyarakat kapok bersedekah.
Suka bederma
Biarpun kadang disalahgunakan dan diselewengkan, kegemaran bederma masyarakat Indonesia tak serta-merta pudar. Terbukti, kita masih mempertahankan prestasi sebagai negara dermawan, bahkan selama pandemi melanda, dimana masyarakat banyak mengalami kesulitan ekonomi.
Saking terkenalnya sebagai warga yang baik hati, sikap dan perilaku WNI mudah dikenali di luar negeri. Ketika di Kuala Lumpur, Malaysia, misalnya, ada pemilik toko oleh-oleh yang lagi kerepotan melayani pengunjung seraya menjaga anak balitanya di atas ayunan di pojok ruang toko. Balita itu tiba-tiba menangis dan membuat sang ibu panik, sehingga dagangan yang hendak diambilnya dari rak tinggi jatuh berhamburan. Salah satu pengunjung spontan membantu memungut dan merapikan barang-barang itu ke tempatnya semula. Si pemilik toko pun bertanya: “Ibu dari Indonesia ya?”
Berkat nilai luhur yang diwariskan nenek moyang, juga nilai religiusitas yang kental, masyarakat kita tumbuh sebagai bangsa berbudi luhur. Selain itu, ada pula sejumlah faktor yang mendorong masyarakat hobi berbagi.
Pertama, kesadaran berzakat. Berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) yang bertajuk The Muslim 500: The World's 500 Most Influential Muslims 2024, Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia. Jumlah populasi Muslim di Indonesia mencapai 240,62 juta jiwa pada 2023 atau setara 86,7 persen dari total populasi nasional sebanyak 277,53 juta jiwa.
Setiap Muslim yang memiliki penghasilan mencapai nisab berkewajiban mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari hartanya. Namun pada umumnya, seorang Muslim dermawan tidak hanya mengeluarkan 2,5 persen karena merasa itu teramat sedikit. Dalam rumus pengelolaan keuangan yang lazim diterapkan, alokasi anggaran untuk amal kebaikan sebesar 10 persen dari penghasilan.
Itulah mengapa, kegiatan bederma begitu masif di tengah masyarakat, karena salah satunya atas alasan menunaikan zakat dan menyalurkan anggaran kebaikan. Bagi Muslim taat, menyalurkan sebagian harta untuk bederma layaknya kebutuhan "buang hajat" yang begitu mendesak untuk ditunaikan, oleh sebab kesadaran bahwa sebagian harta kita adalah hak mereka yang kurang beruntung.
Kedua, keajaiban memberi. Hidup itu tentang cinta, dan cinta itu artinya memberi. Dengan kesadaran spiritualitas yang tinggi, seseorang akan memperoleh kesenangan hati saat memberi. Memberi tanpa pamrih akan mengundang datangnya kebaikan dari alam semesta. Ada yang memiliki banyak harta, tapi tak pernah merasa cukup karena sedikit berbagi. Sementara ada yang memiliki sedikit, namun banyak memberi, dan ajaibnya itu tak membuatnya jatuh miskin. Ketika kita memulai untuk memberi, maka terhubung dengan aliran alami kehidupan. Saat berkontribusi pada kehidupan, maka kita merasa lebih kaya dan hidup akan dipenuhi dengan kelimpahan.
Ketiga, landasan keikhlasan. Tak peduli akan disalahgunakan atau diselewengkan, banyak juga orang yang berpendirian bahwa memberi sekadar menggugurkan kewajiban, menyalurkan harta yang merupakan hak para dhuafa dan mustahik lainnya. Bila kenyataanya amal kasih itu disalahgunakan, baik oleh pengelola dana sosial atau pengemis palsu yang sesungguhnya tidak berhak memperoleh sedekah, si pemberi tak ambil pusing, karena, menurutnya, itu menjadi urusan dan dosa mereka sendiri.
Manfaat berkelanjutan