Tiga Komisioner Bawaslu Bulukumba Tolak Tuduhan Pelanggaran Etik di Sidang DKPP
Suasana sidang dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 103-PKE-DKPP/III/2025 di Kantor KPU Provinsi Sulsel.--
MAKASSAR, JAMBIEKSPRES.CO– Tiga anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bulukumba yang tengah menghadapi dugaan pelanggaran kode etik membantah seluruh tudingan dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sidang tersebut digelar di Kantor KPU Sulawesi Selatan sebagai respons atas laporan warga bernama Akbar Nur Arfah.
Laporan tersebut menyoroti dugaan keberpihakan Bawaslu Bulukumba dalam penanganan kasus mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh calon bupati petahana Andi Muhchtar Ali Yusuf pada periode Maret hingga September 2024.
Akbar menilai mutasi tersebut melanggar Pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yang melarang mutasi enam bulan sebelum penetapan pasangan calon.
Pengadu juga menuding para Teradu—Ketua Bawaslu Bulukumba Bakri Abu Bakar dan dua komisionernya, Wawan Kurniawan dan Awaluddin—mengabaikan bukti serta keterangan ahli yang diajukan, malah menggunakan keterangan ahli yang diduga memiliki hubungan keluarga dengan terlapor.
Menanggapi hal ini, Ketua Bawaslu Bulukumba, Bakri Abu Bakar, menegaskan bahwa laporan tersebut telah ditangani secara profesional dan sesuai regulasi yang berlaku.
Ia menjelaskan bahwa proses klarifikasi telah melibatkan berbagai pihak, termasuk pelapor, saksi, ahli, serta Sentra Gakkumdu yang terdiri dari kejaksaan, kepolisian, dan Bawaslu.
"Mutasi ASN yang dilakukan merupakan staf pelaksana, bukan pejabat struktural sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang," jelas Bakri.
Berdasarkan kajian ini, menurutnya laporan tidak memenuhi unsur pelanggaran dan telah dihentikan sesuai aturan.
Soal tuduhan adanya kekerabatan antara terlapor dengan saksi ahli, Bakri berpendapat hal itu tidak bisa dijadikan masalah dalam proses hukum.
Sidang DKPP dipimpin oleh Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah, dibantu Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Sulawesi Selatan yang terdiri dari perwakilan masyarakat, KPU, dan Bawaslu.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut netralitas penyelenggara pemilu di tengah Pilkada serentak 2024 yang akan digelar November mendatang. (*)