Ikut Semut
Oleh : Dahlan Iskan--
Pun celana. Hanya membawa satu jeans tebal. Itu pun belum pernah saya pakai. Jeans yang warna hitam ini enak sekali di badan. Hangat.
Setelah saya pakai tiga hari, saya cuci di kamar mandi. Tidur pakai celana tidur. Pagi hari jeans itu sudah kering. Kasihan jeans warna biru muda. Tetap di bangku cadangan.
Istri saya sudah saya sarankan ikut gaya saya: jangan bawa baju banyak-banyak. Ini musim dingin. Musim kering. Tapi dia punya agama sendiri: ''saya ini wanita''.
Ya sudah.
Saya bukan seperti yang Anda tuduh: takut istri. Tapi saya memang tidak pernah berbantah.
Di malam tahun baru kemarin pun saya bawa VCO itu menyusuri Jalan Nanjing Timur, Shanghai. Menuju Old Jazz. Di Peace Hotel. Bersama menantu, Mas Tatang. Yang lain seperti rencana awal: tidak keluar kamar hotel.
南京东路 padat. Kami pilih lewat jalan satunya yang sejajar.
Setelah agak dekat ke sungai, menurut rencana, baru belok kiri. Ternyata semua jalan belok kiri dijaga. Tidak boleh dimasuki.
Kami diarahkan terus ke utara, ke pinggir sungai. Itulah tujuan utama malam tahun baru: pinggir sungai.
Saya sudah mencoba menjelaskan: tujuan saya ke hotel ''itu'', bukan ke pinggir sungai. Tetap saja tidak bisa.
Maka jadilah saya turis pada umumnya. Berjejal menuju pinggir sungai. Lalu belok kiri di situ. Bertabrakan dengan arus manusia yang dari jalan Nanjing Timur yang seperti air bah.
Ternyata saya bisa belok ke arah Peace Hotel. Hanya harus memutar. Mengikuti arus yang sudah diatur untuk kelancaran malam tahun baru.
Malam kemarin jalan Nanjing Timur dibelah dua: sisi selatan untuk pejalan kaki menuju sungai. Sisi utara untuk yang kembali dari sungai.
Yang membelah jalan itu barisan tentara. Bukan pagar. Barisan tentaranya bukan satu baris, tapi dua baris. Saling membelakangi. Antara barisan tentara yang menghadap utara dan yang menghadap selatan ada zona kosong 1,5 meter. Rapi sekali.
Yang selatan penuh manusia menuju sungai.