Warsi Sebut 10.287 Ha Lahan Batu Bara di Luar Wilayah Izin Tambang

BEKAS TAMBANG: Bekas galian tambang batu bara yang diambil KKI Warsi dari pemotreta atas (Drone) FOTO: IST/WARSI --

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO - Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menyatakan pada tahun 2023 terdapat aktivitas mencolok batu bara yang merugikan lingkungan bahkan keuangan negara. Lantaran pembukaan lahan dilakukan di luar wilayah izin tambang.

Senior Advisor KKI Warsi Rudi Syaf mengatakan temuan pada tahun 2023, terdeteksi pembukaan lahan untuk tambang batu bara yang teramati melalui tangkapan citra satelit sentinel 2 dipadukan dengan google earth, SAS Planet, terdeteksi lahan terbuka 16.414 hektare, dengan pembagian 6.127 ha berada dalam wilayah izin usaha pertambangan. 

"Serta ada 10.287 ha berada di luar areal wilayah izin usaha pertambangan," ungkap Rudi kepada Jambi Ekspres.

Total wilayah yang berada  di luar areal wilayah izin usaha pertambangan mendekati 2 kali lipat dibandingkan dengan pertambangan yang berada dalam wilayah izin.

Persoalan tambang tidak tercatat tidak hanya karena pembukaan tambangnya, namun persoalan terparah adalah masalah angkutan batu bara yang sangat mengganggu masyarakat umum. 

BACA JUGA:Gubernur Tinjau Banjir di Kasang dan Seberang Minta Masyarakat Waspada

BACA JUGA:BKD Usulkan NI PPPK, Penyerahan SK Kerja Maret Atau April

Dikatakan Rudi, batu bara menjadi penyumbang masalah ekologi selain tambang emas. 

Dari analisis citra Satelit Sentinel 2 yang dilakukan KKI Warsi ditumpang tindihkan dengan peta perizinan pada tahun 2023 tercatat 48.140 ha lahan terbuka yang diindikasikan sebagai kawasan tambang emas. Dari angka itu, hanya 1.884 ha yang berada dalan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sisanya 46.256 ha berada di luar WPR alias illegal.

“Keberadaan tambang di anak-anak sungai menyebabkan terjadinya sedimentasi atau aliran sungai menjadi dangkal. Ketika intensitas hujan tinggi, sungai tidak menampung,” katanya.

Padahal ditambahkan Rudi, sejak tahun 2011, pemerintah Indonesia telah menyatakan sikapnya untuk melakukan moratorium (penghentian) terhadap penerbitan izin baru di kawasan hutan. Moratorium itu dilaksanakan setiap dua tahun, pertama melalui Perpres No.10 Tahun 2011, kemudian diperpanjang lewat Perpres No.6 Tahun 2013, Perpres No.8 Tahun 2015, dan terakhir Perpres No.6 Tahun 2017. Meski sudah ada moratorium izin baru persoalan pengelolaan hutan masih banyak tantangan.

“Pembukaan hutan dan lahan juga terpantau di daerah sempadan sungai. Hampir semua wilayah anak-anak sungai di Provinsi Jambi juga mengalami persoalan akibat aktivitas penambangan emas dengan menggunakan alat berat,” pungkasnya. (*)

Tag
Share