Doktor Teguh

Oleh : Dahlan Iskan--

Korosi itu akibat kadar sulfur di batu bara. Juga akibat kadar garam yang terikut. Yakni ketika batu bara itu diangkut dengan tongkang melalui laut. Setelah diganti yang baru, tiga bulan kemudian keropos lagi.

Teguh diangkat menjadi ketua tim kajian boiler CFB. Ia pernah berpikir melapisi tabung-tabung itu dengan keramik. Hasilnya: parah. Efisiensi boiler turun sampai 60 persen.

Keramik, Anda sudah tahu: punya sifat menahan panas. Padahal fungsi tabung-tabung itu justru untuk mengalirkan panas. Dari panas batu bara pindah ke air. Yakni air yang dialirkan di dalam tabung. Air pun berubah jadi uap. Uap itulah yang menggerakkan turbin. Turbin yang berputar dihubungkan dengan generator. Lahirlah listrik.

Kalau tabung itu dilapisi keramik panas yang dialirkan ke air sangat berkurang. "Kesimpulan saya bahan pelapisnya tetaplah harus logam," katanya. Anda pun tahu, logam punya sifat mengalirkan panas.

Teguh akhirnya cari logam yang kuat. Ketemu: nikel. Dicampur dengan banyak bahan lainnya.

Maka tabung boiler CFB harus dilapisi nikel. "Sudah kami coba di 4 PLTU. Semuanya berhasil," ujar Teguh. "Sudah dua tahun tidak rusak," tambahnya.

Empat PLTU tadi adalah Jiranjang Lombok, Tarahan Lampung, Amurang Sulut, dan Bolak Kupang.

Penelitian itulah yang mengantarkan Teguh jadi doktor hari ini. Promotornya adalah Prof Dr Djarot B Darmadi, Dr Eng Lilis Yuliati, Prof Dr Eng Eko Siswanto dengan penguji Agung Sugeng Widodo PhD, Prof Dr Eng Denny W, dan Prof Dr Eng Prabowo.

Teguh asli Turen, Malang. Di Malang juga tamat SMAN 1. Lalu belajar keras untuk dapat nilai bagus. Tujuannya: agar dapat beasiswa.

Waktu itu ada program percepatan insinyur. Yakni programnya Prof Dr B.J. Habibie. Ia berhasil dapat beasiswa dari Habibie.

Selesai kuliah Teguh tidak langsung dapat pekerjaan. Ia bertahan di Malang. Masuk pesantren di Dinoyo. Bukan belajar agama. Ia jadi satpam. Tiga tahun di situ. "Akhirnya saya tahu juga pelajaran agama di dalam kelas itu," katanya.(Dahlan Iskan)

Tag
Share