Masih Berusia 13 Tahun, Tapi Dikurung di Penjara Dewasa Selama 781 Hari

BEBAS: Ali Yasmin bersama Colin Singer (kiri) dan Pengacaranya Caitlin O'Brien saat ditemui di Kupang, Rabu (17/1) lalu. --

Dia berusaha bertemu dengan pemerintah setempat, bahkan duta besar, namun laporannya tidak direspons. Akhirnya ada Komisi Hak Asasi Manusia Australia melakukan investigasi, sehingga berhasil menemukan banyak pelanggaran terhadap hak anak-anak tersebut. Ditemukan juga dugaan bahwa kasus mereka ditangani secara salah.

Ganti Rugi

Kejadian yang menimpa Ali Yasmin menjadi catatan buruk bagi pemerintah setempat karena memenjarakan anak-anak di bawah umur yang mana secara hukum, hanya orang berusia di atas 18 tahun yang bisa dipenjara.

Kejadian ini juga mengungkap kasus-kasus lain, dimana terdapat 240 anak Indonesia yang ditahan untuk waktu yang lama di penjara dengan keamanan maksimal yang ketat di negara tersebut.

Pengacara senior dari Ken Cush & Associetes Caitlin O`Brien yang ditemui ketika sedang bersama Ali Yasmin pada Rabu (17/1) mengatakan bahwa saat ini mereka ditunjuk oleh Pengadilan Federal Australia untuk mengelola dana kompensasi serta bertemu dengan anak-anak Indonesia yang belasan tahun lalu pernah dipenjara di Australia saat mereka masih berusia di bawah 18 tahun.

"Pemerintah Australia siap memberikan ganti rugi senilai AUD 27,5 miliar atau sekitar dengan Rp270 miliar kepada 240 anak Indonesia yang pernah dijebloskan ke penjara dewasa di Australia," kata Caitlin.

Kepastian ini setelah Pengadilan Federal Australia memenangkan gugatan "class action" yang dilayangkan Ali Yasmin sejak 2018 dan berhasil menang pada 22 Desember 2023. Al Yasmin melakukan itu mewakili ratusan anak Indonesia yang pernah ditahan di negara itu.

Kompensasi itu, menurut Pengadilan Federal Australia, layak bagi anak-anak Indonesia yang ditahan secara tidak sah di tahanan imigrasi dan dipenjara sebagai orang dewasa.

Pengadilan kemudian menunjuk Mark Barrow dari Ken Cush & Associates, untuk mengelola skema distribusi kompensasi tersebut kepada anggota kelompok "class action" dalam kurun waktu 12 bulan.

"Jadi selama tiga bulan di NTT kami sudah bertemu dengan anak-anak yang pernah dipenjara di Australia dan kami sudah wawancara. Waktu kami hanya 12 bulan, terhitung semenjak keputusan pengadilan pada Desember 2023," ujar Caitlin.

Selama di NTT mereka sudah berkunjung ke Kupang, Pulau Rote, dan Alor. Mereka akan berkunjung ke Bali dan juga ke Sulawasi yang mana ada ratusan anak yang juga berada di daerah itu.

Ken Cush & Associates, saat ini mewakili lebih dari 100 anggota grup dan telah bertemu dengan 80 anggota grup dari seluruh Indonesia. Estimasi jumlah anggota kelompok, menurut Pengadilan Federal Australia adalah 240 orang.

Menurut Caitlin, meskipun dengan besarnya jumlah kompensasi yang diberikan, Pemerintah Australia hingga saat ini belum mengakui bertanggung jawab karena telah memenjarakan anak-anak Indonesia di penjara dewasa.

Karena proses kompensasi akan berlangsung selama 12 bulan, maka setiap anggota kelompok "class action" harus menghubungi pengurus untuk mendapatkan bantuan melalui nomor WhatsApp +61 420 808 466, atau kepada salah satu stafnya, yakni Syarif 081 246 304 143, atau Munir 082 236 108 261.

"Kami merasa anak-anak Indonesia perlu mendapatkan hak mereka, setelah mereka dipenjara karena masa depan mereka hancur selama bertahun-tahun. Karena itu kami berharap dengan adanya nomor kontak itu mereka bisa menghubungi kami," ujar dia. (*)

Tag
Share