Industri Perlu Berperan Atasi Kesenjangan Kualitas Lulusan Pendidikan
Ilustrasi dosen saat memaparkan materi dihadapan mahasiswa.--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Wakil Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Armand W Hartono mengatakan dunia usaha perlu berperan dalam mengatasi gap atau kesenjangan antara kualitas lulusan perguruan tinggi dengan apa yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
“Kalau bicara bagaimana menutup kesenjangan, maka harus dari semua sisi. Tidak hanya dari sisi kurikulum, karena tidak ada kurikulum yang sempurna,” ujarnya di Jakarta.
Dia menambahkan industri dan perusahaan-perusahaan juga harus turut berperan dalam menutup kesenjangan dengan cara berbagai cara seperti beasiswa, pelatihan, dan kerja sama dengan perusahaan. Misalnya di BCA memiliki prinsip bahwa perusahaan yang harus proaktif bekerja sama dengan universitas dan SMA untuk menyiapkan calon pegawai.
Selain itu, lanjutnya, pendidikan juga harus menekankan pada pengembangan karakter dan nilai budaya sehingga setiap individu bisa bertanggung jawab, proaktif, dan mandiri.
Ketua Komisi Tetap Pendidikan Dasar dan Menengah KADIN yang juga CEO HighScope Indonesia Institute, Antarina SF Amir, mengatakan untuk menutup kesenjangan maka sistem pendidikan harus berubah sesuai dengan yang dibutuhkan dunia kerja.
BACA JUGA:AICIS 2024 Akan Bahas 328 Paper Dalam Dan Luar Negeri
BACA JUGA:Ratusan Akademisi Internasional Definisikan Ulang Peran Agama Hadapi Krisis Global
“Sistem pendidikan saat ini belum mengikuti perubahan dan perkembangan dunia, kita masih menggunakan sistem yang sama sejak 100 tahun yang lalu. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan menekankan pada pengembangan keterampilan hidup esensial yang dilakukan terencana dan sistematis,” kata Antarina.
Keterampilan hidup esensial adalah fondasi utama bagi para siswa, yang selanjutnya ditunjang dengan technical skills, sehingga para siswa siap menghadapi tantangan global.
World Economic Forum (WEF) memperkirakan pada 2030 terdapat sejumlah keahlian yang dibutuhkan antara lain dalam pengambilan keputusan.
“Akan tetapi universitas, kami para dosen, merasa para mahasiswa masih kesulitan dengan keahlian dasar, jadi mereka kesulitan menyerap conceptual knowledge mereka,” terang Antarina. (ant)