Bukan Kaleng-kaleng di Ranah Sepakbola Putri

TEKEN KONTRAK: Ketua Umum PSSI Erick Thohir (kiri) berbincang dengan pelatih Timnas putri Indonesia asal Jepang Satoru Mochizuki (kanan) saat konferensi pers penandatangan kontrak di Jakarta, Selasa (20/2/2024). --

Gelaran Olimpiade London 2012 juga menjadi akhir kepelatihan Mochizuki di timnas Jepang. Mochizuki lalu melanjutkan kiprahnya melatih Japan Women's Universade atau tim nasional putri mahasiswa Jepang. Tim ini merupakan tim nasional yang dibentuk dari para pemain di kalangan universitas yang nantinya akan berkiprah di gelaran FISU World University Games.

Selama menahkodai tim nasional putri universitas Jepang, Mochizuki tercatat telah ikut serta sebanyak tiga kali di gelaran FISU World University Games. Keikutsertaan pertamanya berlangsung pada tahun 2015 lalu berlanjut pada 2017 dan terakhir pada 2019.

Mochizuki kini juga tercatat sebagai pelatih berlisensi AFC A yang diperolehnya saat mengikuti kursus kepelatihan yang berlangsung di Taiwan pada 2023 lalu.  Sebelumnya ia telah mengantongi lisensi kepelatihan JFA B (pada 2005) dan JFA A (pada 2014).

Mochizuki yang kini menangani tim Merah Putih, dihadapkan pada kepingan puzzle sepak bola putri Indonesia. Ia harus menyatukan para pemain dari kompetisi akar rumput dan para pemain yang kini telah meniti karir di luar negeri.

Sejumlah pemain timnas putri Indonesia yang tengah meniti karier di luar negeri, antara lain Helsya Maeisyaroh, Sheva Imut, dan Shafira Ika yang memperkuat klub divisi empat Jepang, FC Ryukyu Ladies. Kemudian, Fani Supriyanto yang membela klub divisi satu Liga Putri Arab Saudi, Al Hammah.

"Ini tantangan besar bagi saya, tapi saya sangat menantikan melatih tim nasional wanita Indonesia. Saya ingin memeriksa potensi dan tingkat individu pemain tim nasional wanita," kata Mochizuki dalam konferensi pers.

"Saya memiliki penglihatan jangka panjang. Di masa mendatang, saya mencoba membangun tim putri Indonesia di tingkat standar dunia," tambahnya.

Projek Jangka Panjang

PSSI tengah menyusun cetak biru kompetisi putri dari usia muda, sebelum menggulirkan Liga 1 putri. Cetak biru tersebut disusun untuk projek jangka panjang selam sepuluh tahun yang ditargetkan membawa Srikandi Indonesia lolos ke Piala Dunia 2035.

"Tadi kita (dengan Satoru Mochizuki) sudah bersepakat membuat cetak biru (sepak bola putri) untuk 10 tahun. Tadinya saya bicara lima tahun, tapi pelatih bilang enggak, dia mau sepuluh tahun. Inilah yang kita namakan tentu keberlanjutan ini penting, program ini kita akan jalankan secara serius," kata Erick Thohir.

Saat ini PSSI berupaya untuk menjaring para pemain putri bertalenta melalui sejumlah kompetisi akar rumput yang kian menjamur. Nantinya Mochizuki bersama dengan Direktur Teknik tim nasional Indonesia, Indra Sjafri,  menjaring talenta-talenta muda pesepak bola putri di seluruh penjuru tanah air.

Selain itu PSSI juga bekerja sama dengan Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI) untuk membangun ekosistem sepak bola Indonesia melalui gelaran kompetisi di kelompok umur.

Kehadiran Mochizuki dengan sederet reputasinya yang mentereng tentu memberi harapan besar bagi sepak bola putri Indonesia. Melalui tempaan tangan besi pelatih asal Jepang ini, putri-putri Indonesia harus siap bekerja keras, hingga tangan besi itu juga menjadi tangan dingin untuk kemajuan sepak bola putri Indonesia. (ant)

Tag
Share