Simpan Banyak Cerita Sejarah, Bagian Dari Kawasan Kota Tua

MASJID BENGKOK: Masjid Bengkok simbol multietnis di Kota Medan Atap Masjid Lama berbentuk kelenteng di Gang Bengkok, Kelurahan Kesawan, Kota Medan, Sumatera Utara. --

Dalam waktu singkat Tjong A Fie mampu mewujudkan cita-citanya menjadi orang Tionghoa pertama memiliki perkebunan tembakau luas di Tanah Deli, dan terus melakukan ekspansi.

"Setelah usaha niaganya berhasil, beberapa tahun kemudian beliau minta izin kepada sultan untuk membangun masjid," ungkap Nasrun.

Orang-orang di Tanah Deli yang mayoritas muslim ketika itu, belum memiliki masjid tempat ibadah melaksanakan shalat lima waktu.

Sementara, Masjid Al-Osmani bagian kompleks Istana Kesultanan Deli Osman Perkasa Alamsyah, yang merupakan Sultan Deli ke-7 pada 1850 hingga 1858, berada di Medan Labuhan, sekitar 20 kilometer sebelah utara Kota Medan.

Sedangkan Masjid Al Mashun di depan Istana Kesultanan Deli, Jalan Sisingamangaraja Medan belum ada ketika itu, karena baru dibangun pada 1906.

Akhirnya Sultan Ma'mun memberikan mushala sederhana di depan gang kecil, Kesawan yang merupakan tanah wakaf Datuk Kesawan Muhammad Ali.

Pembangunan Masjid Lama pun dimulai dengan memadukan arsitektur bergaya Tiongkok, Melayu, Persia dan Eropa.

Corak dan ornamen masjid menggambarkan keterwakilan budaya di Kota Medan, seperti cat bangunan masjid didominasi dua warna khas Melayu, yakni hijau lumut dan kuning.

Bagi orang Melayu hijau lumut memiliki arti kesuburan hingga patuh terhadap ajaran agama, dan juga dilambangkan klan bangsawan. Sedangkan kuning kebesaran hingga kemegahan yang sejak dahulu sudah digunakan oleh Kesultanan Siak Sri Inderapura di Provinsi Riau.

Di bagian depan masjid disuguhkan pemandang atap bukan seperti kubah, melainkan membentuk kelenteng.

Arsitektur Melayu yang kental perpaduan warna kuning keemasan membalut empat tiang penyangga di dalam masjid seluas 400 meter persegi itu.

"Ada Persia, dan Eropa bisa kita lihat di tempat mihrab imam. Tjong A Fie membangun mimbar khatib lima meter dan tempat muadzin dua meter untuk sholat Jumat," tutur dia.

Terdapat juga pembangunan menara setinggi 30 meter sebagai tempat mengumandangkan azan. "Dulu kan belum ada pengeras suara, jadi khatib harus naik ke atas mimbar. Begitu juga dengan menara di situ orang azan mengandalkan angin," katanya mengisahkan. 

Setelah pembangunan selesai, Tjong A Fie menyerahkan Masjid Lama ini kepada Sultan Ma'mun Al Rasyid yang merupakan putra sulung Sultan Osman.

"Pertama kali itu ditunjuk oleh sultan untuk memakmurkan masjid adalah Syekh Haji Muhammad Yakub. Beliau salah seorang penasehat di Kesultanan Deli waktu itu," ungkap Nasrun.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan