Simpan Banyak Cerita Sejarah, Bagian Dari Kawasan Kota Tua
MASJID BENGKOK: Masjid Bengkok simbol multietnis di Kota Medan Atap Masjid Lama berbentuk kelenteng di Gang Bengkok, Kelurahan Kesawan, Kota Medan, Sumatera Utara. --
Sejak Syekh Haji Muhammad Yakub memiliki tugas baru menjadi nazir Masjid Lama, maka Yakub berkolaborasi dengan Datuk Kesawan Muhammad Ali melakukan berbagai inovasi.
Salah satu inovasi yang bisa dijumpai para jemaah Masjid Bengkok hingga kini adalah bubur anyang khas Melayu ketika Ramadhan tiba. "Sejak pertama dulu, kalau bulan puasa disediakan bubur anyang. Dulunya bubur ini dibagikan ke warga kampung dan jemaah untuk berbuka puasa di masjid ini," kata Nasrun.
Multietnis di Kota Medan
Sejarawan Universitas Negeri Medan, Prof Dr Phil Ichwan Azhari, MS, menyebut arsitektur Masjid Lama cenderung bergaya Tiongkok karena dibangun saudagar dermawan Tjong A Fie.
Hal ini tidak terkait multietnis di wilayah ibu kota Provinsi Sumatera Utara, termasuk bangsa luar negeri yang terus berkembang sejak ratusan tahun lalu di Kota Medan.
"Orang Melayu di Medan sebagai tuan rumah, tapi dia tidak bisa mewarnai karena dominannya para pendatang," kata Ichwan.
Sensus penduduk pada 2020 oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan sebaran penduduk di Kota Medan sekitar 2,43 juta orang atau 16,46 persen dari total penduduk di Sumatera Utara.
Tercatat Melayu di Kota Medan sebanyak 6,5 persen, setelah Jawa menempati posisi teratas 33,03 persen, Batak 20,93 persen, Tionghoa 10,65 persen, Mandailing 9,36 persen dan Minangkabau 8,6 persen.
"Berbeda orang Sunda di Bandung, orang Aceh di Aceh ya kan. Tuan rumah orang Minang di Padang karena banyak jumlahnya, sehingga etnik lain melebur," tutur dia.
Oleh karena Melayu di Kota Medan cuma sedikit, maka etnis lain tidak melebur ke Melayu. Begitu juga dengan Melayu yang tidak melebur ke etnis lain.
"Karakter Medan itu beda dengan kota-kota lain, sehingga tidak ada dominan di Medan. Coba kita lihat bahasa Melayu di Medan, kan tidak muncul. Tapi muncul di daerah dominan orang Melayu, seperti Labuhan dan Terjun," ucap Ichwan.
Wali Kota Medan Bobby Nasution menyebut, Suku Melayu sejak ratusan tahun silam yang mendiami wilayah ibu kota Provinsi Sumatera Utara memiliki budaya sangat terbuka dengan dunia luar.
Akibatnya, banyak suku bangsa berdatangan, berbaur dan berintegrasi secara turun temurun serta melahirkan masyarakat yang majemuk di Kota Medan.
Seluruh etnis di Kota Medan bisa tumbuh dan berkembang sehingga menjadi warga asli Kota Medan, karena kebaikan dan kemurahan hati masyarakat Melayu menerima pendatang dengan baik.
Sejak dahulu Medan dikenal kota multietnis dengan penduduknya terdiri dari latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda. Selain Melayu, terdapat juga 12 etnis di Kota Medan, di antaranya Karo, Jawa, Batak, Tionghoa, Mandailing, Minangkabau, Aceh, India, dan Arab dengan agama mayoritas Islam, yakni sekitar 64 persen.