Dirjen Dikti Ristek Ungkap Tiga Persoalan Dasar Pendidikan Tinggi
Kegiatan sarasehan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Jawa Timur di Universitas Wahab Hasbullah (UNWAHA) Jombang--
JAMBIEKSPRES.CO-Dalam sebuah acara sarasehan yang diadakan oleh Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Jawa Timur di Universitas Wahab Hasbullah (UNWAHA) Jombang, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Ristek Republik Indonesia, Abdul Haris, mengungkapkan adanya tiga masalah mendasar yang dihadapi dalam konteks pendidikan tinggi di Indonesia.
Abdul Haris menjelaskan bahwa ketiga masalah tersebut adalah inequality of access (ketimpangan akses), inequality of quality (ketimpangan dalam kualitas), dan kurangnya relevansi pendidikan tinggi.
Pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk mengatasi masalah-masalah ini, termasuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi dan memperluas akses pendidikan tinggi yang berkualitas.
"Kami mendorong peningkatan nilai angka partisipasi kasar perguruan tinggi dan juga memperluas akses pendidikan tinggi yang berkualitas dalam mengatasi berbagai persoalan tersebut," ujar Abdul Haris.
Namun, terdapat dilema yang dihadapi pemerintah ketika melihat jumlah pengangguran terdidik yang mencapai 1,2 juta orang berdasarkan data BPS tahun 2022. Disamping itu, perubahan lanskap dunia kerja juga menunjukkan bahwa ijazah dan gelar akademik tidak lagi menjadi jaminan untuk mendapatkan pekerjaan.
"Dengan demikian pemerintah melalui Kemendikbud Ristek secara serius dalam membenahi hal tersebut dengan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi," tambahnya.
Dalam rangka memperbaiki situasi ini, pemerintah, melalui Kemendikbud Ristek, secara serius berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Salah satu fokus utamanya adalah meningkatkan kualitas perguruan tinggi Indonesia dalam kancah global serta menghasilkan lulusan yang siap untuk berprofesi.
"Sejumlah perguruan tinggi juga terus didorong untuk meningkat pada rangking perguruan tinggi global, serta meningkatkan kualitas lulusan yang siap pada profesi tertentu," paparnya.
Meskipun demikian, masih terdapat kendala yang dihadapi, termasuk lambannya perguruan tinggi dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, serta munculnya model-model pendidikan dan pelatihan alternatif berbasis digital.
"Oleh sebab itu Dirjen Dikti partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak bisa dinafikkan," tegas Abdul Haris.
Abdul Haris menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. Dari sekitar 9,8 juta mahasiswa Indonesia, hampir separuhnya kuliah di perguruan tinggi swasta.
"Hadir sebagai pembicara sarasehan tersebut selain Dirjen Dikti, Direktur Diktis Kemenag yang diwakili Kasubdit Ketenagaan M. Aziz Hakim, Dewan Eksekutif BAN PT Slamet Wahyudi, serta Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi PBNU Ainun Na'im," tutupnya.