Larang Penambangan, Warga Pendatang Juga Tak Boleh Sembarangan Masuk
BENDUNGAN AIR BUATAN Penduduk Suku Dayak Meratus (Madi) mengunjungi bendungan air buatan sebagai penampung sumber mata air di Gunung Hapuk kawasan Pegunungan Meratus, Desa Hinas Kanan, Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Senin (8/4--
Oleh karena itu, masyarakat tidak ingin ada aktivitas pertambangan, dan pendatang juga tidak boleh sembarangan memasuki wilayah kampung tersebut. Pemerintah daerah bahkan juga telah menyusun rencana pembangunan jangka panjang daerah yang mengutamakan revolusi hijau yang melarang aktivitas pertambangan di kabupaten itu.
“Bahkan, pemerintah daerah memiliki program ASN wajib menanam pohon secara rutin. Ini upaya menjaga kelestarian Pegunungan Meratus,” kata Bupati Hulu Sungai Tengah, Aulia Oktafiandi.
Sejak ditemukannya sumber mata air, setapak demi setapak suku Dayak memulai kehidupan dengan bertani, menanami lahan di pegunungan dengan singkong, pisang, sayuran, dan umbi-umbian. Mereka membuat bendungan buatan dari sumber mata air yang ada. Pertanian tidak hanya untuk kebutuhan ekonomi, tapi menjadi salah satu cara mereka menjaga keasrian dan kelestarian Gunung Hapuk.
Bendungan Tradisional
Madi dan warga kampung membuat bendungan buatan di sekitar Gunung Hapuk. Mereka menggali lubang di titik ditemukannya sumber mata air sekitar 1 meter, lebar 2 meter dan panjang sekitar 1,5 meter.
Penduduk kampung membuat bendungan tradisional dengan bahan seadanya. Mengumpulkan batu-batu, mengorek pasir tanah lalu mencampurkan dengan sedikit semen agar batu-batu ini bisa dijadikan bendungan untuk menampung air.
Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada 2015 melalui pemerintah desa memberikan bantuan pipa untuk mengalirkan air dari sumber mata air ke permukiman penduduk Dayak Meratus. Pemerintah daerah setempat juga membangun satu buah toilet dan kamar mandi, tiga unit tandon penampungan air berukuran sekitar 1.500 liter.
Penduduk merasa lega. Jika sebelumnya harus turun ke kaki gunung yang cukup jauh untuk mandi dan menampung air bersih, kini warga sudah bisa mendapatkan air bersih yang hanya berjarak sekitar 10-30 meter dari rumah tinggalnya. Sebulan sekali Madi rutin naik ke Gunung Hapuk, untuk mengontrol agar pipa tidak tersumbat tumpukan daun dan ranting.
Untuk memperbarui pipa yang sudah lapuk dan tak layak pakai, Madi dan penduduk menyisihkan sedikit rezeki dari penghasilan sehari-hari dari bertani. Meski tidak banyak, namun rupiah dari tanaman singkong, padi darat, pisang, sedikit membantu mengganti pipa yang lapuk.
Memasuki Juni 2023, musim kemarau panjang tiba.Meski mata air dari Gunung Hapuk tidak kering total, namun berdampak berkurangnya volume aliran air. Kemarau panjang dampak El Nino juga dirasakan13 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan.
Ketua Posko Pegunungan Meratus, Kasman Susanto, berharap pemerintah daerah untuk membangunkan infrastruktur, seperti jalan dan listrik di kampung yang dihuni Madi dan lainnya. Pemerintah daerah kemudian membangun jalan sepanjang sembilan kilometer dari puncak tempat tinggal Madi dan penduduk lainnya, menuju ke kaki gunung. Mereka bersyukur, kesulitan semakin berkurang.
Proyek Bendungan Kementerian PUPR
Bupati Hulu Sungai Tengah Aulia Oktafiandi pada Oktober 2023 mendatangi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mengajukan proyek pembangunan Bendungan Pancur Hanau yang berjarak sekitar delapan kilometer dari kampung Madi.
“Saya sudah melakukan audiensi dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR. Pembangunan bendungan ini sangat penting karena menyangkut kebutuhan air orang banyak,” kata Aulia menjelaskan. Apalagi, Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan pemangku persediaan pangan dari tiga kabupaten di Kalimantan Selatan, dan sedang disiapkan sebagai gerbang pangan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Penduduk di kampung Madi kembali bernafas lega, sekiranya proyek ini terealisasi, mereka tidak lagi sepenuhnya mengandalkan mata air dari puncak pegunungan yang kadang kering saat musim kemarau.