Pengobatan Parkinson Terobosan: Penerapan Cip Otak
Neurolog lulusan program doktoral Fakultas Kedokteran Unhas Dr dr Rocksy Fransisca V Situmeang Sp.S berbagi pengalamannya menangani pasien dengan penyakit sklerosis multipel (MS)--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Dokter Spesialis Neurologi lulusan program doktoral dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Dr. dr. Rocksy Fransisca V Situmeang Sp.S, menjelaskan tentang terapi inovatif untuk penyakit Parkinson yang melibatkan penerapan cip di dalam otak pasien.
"Pemasangan cip melalui prosedur Deep Brain Stimulation (DBS) memungkinkan kami untuk merangsang area-area spesifik di otak guna menormalkan produksi dopamin, yang kemudian menyebabkan perbaikan gejala pada pasien Parkinson," kata Rocksy setelah mengisi seminar mengenai sklerosis multipel di Jakarta.
Rocksy menambahkan bahwa cip yang ditanam memiliki ukuran sangat kecil, sehalus rambut manusia. Cip tersebut mengirimkan listrik dengan voltase yang dapat diprogram, termasuk ampere, volt, dan kecepatan pulse yang diperlukan untuk merangsang produksi dopamin di area otak yang sebelumnya kurang aktif pada pasien Parkinson. Proses pemrograman dilakukan sebelum pemasangan cip.
"Setelah cip tertanam, biasanya tidak perlu dikeluarkan kecuali jika terjadi komplikasi seperti infeksi atau kerusakan kabel. Namun, jika semuanya berjalan lancar, tidak perlu tindakan ekstra," tambahnya.
BACA JUGA:Maju di Pilwako Jambi, Cecep Suryana Usung Tagline Jambi Festival City
BACA JUGA:OYO Tingkatkan Proyeksi Pada Program Properti
Stimulasi yang dilakukan melalui DBS diyakini dapat mengurangi gejala pada pasien Parkinson secara signifikan. Misalnya, jika sebelumnya pasien harus mengonsumsi 10 butir obat untuk bisa berjalan, dengan DBS, dosis obatnya bisa dikurangi menjadi hanya tiga butir.
Dr. Frandy Susatia, Sp.S, RVT, seorang dokter spesialis saraf di RS Siloam Kebon Jeruk, menjelaskan bahwa DBS sebaiknya dilakukan pada tahap awal penyakit Parkinson untuk mencegah kemungkinan komplikasi yang lebih serius di masa depan.
"Pada pasien dengan tahap lanjut Parkinson, risiko operasi menjadi lebih tinggi dan kualitas hidup pasien mungkin sudah sangat menurun, seperti kesulitan bergerak atau menelan," tambah dr. Frandy dalam wawancara dengan ANTARA pada Jumat (17/5) lalu.
Ia menjelaskan bahwa terapi DBS bertujuan untuk mengurangi komplikasi motorik, mengurangi dosis obat yang diperlukan, serta mengatasi tremor yang seringkali dialami oleh pasien Parkinson.
Perawatan penyakit Parkinson umumnya melibatkan pendekatan multidisiplin yang melibatkan kerjasama antara dokter, terapis fisik, terapis okupasi, dan tim medis yang komprehensif.
Karena setiap pasien memiliki kebutuhan yang unik, penting untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit Parkinson guna menentukan strategi pengobatan terbaik yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan individu. (ant)