Membebaskan Narapidana Dari Buta aksara

Warga binaan pemasyarakatan (WBP) menulis huruf saat mengikuti kelas belajar baca tulis di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, Kota Gorontalo, Gorontalo.--

Oleh : Adiwinata Solihin

JAMBIEKSPRES.CO - Mencerdaskan kehidupan bangsa, inilah bunyi salah salah satu kalimat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi komitmen Lembaga Pemasyarakata (Lapas) Kelas IIA Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, bagi warga binaannya.

Sebagai lembaga yang melakukan pembinaan kepada narapidana dan tahanan, Lapas Gorontalo membuka kelas belajar membaca, menulis dan berhitung yang diikuti oleh 30 peserta narapidana.

Jadwal belajar membaca dan berhitung tersebut dimulai pada hari Senin hingga Kamis pukul 10.00 dan selesai pada pukul 11.00 atau berlangsung selama satu jam. Setiap peserta diberikan pengetahuan awal tentang mengenal huruf hingga angka dan dilakukan secara berulang agar warga binaan mampu mengetahui isi bacaan, bukan hanya menghafal.

Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik Lapas Gorontalo Kasdin Lato mengatakan melalui program itu, pihaknya ingin meningkatkan kualitas intelektual warga binaan selama menjalani masa pembinaan.

BACA JUGA:Harga Sembako di Pasar Sengeti Turun Signifikan

BACA JUGA:Bupati Jayapura: Pemerintah Kampung Terdepan Sejahterakan Masyarakat

"Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Lembaga Pemasyarakatan Gorontalo ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam hal ini warga binaan yang buta aksara dapat membaca, menulis dan berhitung," kata Kasdin.

Pada program yang telah dimulai sekitar tahun 2005 ini, peserta warga binaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang memulai dari awal atau yang belum sama sekali bisa membaca dan berhitung, dan kelompok dua yaitu yang sudah mulai bisa membaca.

Tenaga pengajar pun merupakan warga binaan yang dipilih oleh petugas Lapas atau yang mengajukan diri secara sukarela. Bahkan tak sedikit dari peserta narapidana tersebut meminta diajarkan membaca oleh petugas Lapas.

"Kami tidak memaksa mereka karena usia mereka ini bervariasi. Ada yang di atas 20 dan 60 tahun sehingga waktu pembelajaran hanya satu jam setiap hari," ungkap Kasdin.

Dalam jangka waktu tiga bulan, para peserta diharapkan sudah dapat mengenal huruf dan angka, sehingga mereka dapat naik kelas menuju kelompok dua yakni belajar membaca.

Semua program belajar mengajar ini merupakan upaya Lapas Gorontalo untuk membebaskan narapidana dari buta aksara sehingga setelah selesai menjalankan masa tahanannya, mereka menjadi warga yang lebih cerdas. (*)

Tag
Share