Lahan Jadi Status Quo Jika Sengaja Dibakar, Kapolda Keluarkan Maklumat

Sabtu 27 Jul 2024 - 05:50 WIB
Editor : Jurnal

Dia berharap agar panen sawit dari lahan yang dibuka tanpa bakar ini menjadi salah satu kisah sukses membuka lahan tanpa membakar, yang menginspirasi daerah lain, sebagai upaya dan aksi untuk menyejahterakan masyarakat dengan menjaga lingkungan. 

Di bagian lain, sistem pemantau potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) milik Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengalami gangguan imbas dari peretasan server Pusat Data Nasional (PDN) beberapa waktu lalu.

"Sistem kami, ya, Sipalaga, terkena gangguan PDN. Sampai saat ini semua masih belum bisa dioperasikan," kata Kepala BRGM Hartono saat ditemui usai membuka diskusi publik bertajuk Mangrove For Future di Jakarta, Jumat.

Sistem Pemantau Air Lahan Gambut atau Sipalaga itu hasil inovasi tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan sudah dioperasikan oleh BRGM sejak tahun 2019.

Sebanyak 120 unit alat Sipalaga terpasang di tujuh provinsi. Sebanyak 47 unit diantaranya tersebar di kawasan gambut yang rawan terbakar di Provinsi Riau.

Sebagaimana namanya, Sipalaga dipakai tim lapangan atau disebut kelompok masyarakat (Pokmas) BRGM untuk mengecek ketinggian muka air di lahan gambut saat musim kemarau yang biasa jatuh pada bulan Juni, Juli-September.

Data lapangan tersebut kemudian diunggah ke jaringan terintegrasi Sipalaga yang bisa dipantau secara langsung selama 60 menit sekali melalui gawai seluruh petugas ataupun masyarakat umum.

Hartono menyatakan pihaknya sudah mengambil langkah cepat untuk mengatasi gangguan tersebut dengan menerbitkan surat pemberitahuan kepada seluruh tim lapangan BRGM supaya menghimpun data kondisi gambut secara manual selagi menunggu proses pemulihan sistem Sipalaga.

"Kami berupaya untuk itu walau cukup sulit, tapi tetap termonitor. Menjadi basis data bagi tim lapangan, termasuk Manggala Agni dan lainnya juga dalam memitigasi atau mengatasi karhutla saat ini," imbuhnya.

Sebelumnya, diberitakan kekeringan akibat tidak ada hujan dalam waktu yang lama menjadi salah satu penyebab peristiwa kebakaran hutan dan lahan mineral gambut di sejumlah daerah saat ini, tak terkecuali Provinsi Riau.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau Gafur mengakui bahwa wilayah yang terbakar sedang mengalami hari tanpa hujan cukup panjang, sehingga sumber penampung air terus mengering dan mempersulit upaya penyiraman oleh tim gabungan darat.

Berdasarkan data inventaris dari tim Pengendalian Operasi BPBD Riau mencatat pada 23 Juli 2024, ada sekitar 1.073 hektare luas lahan hutan, mineral, dan gambut yang terbakar atau bertambah 13 hektare dari akhir Juni 2024.

Titik api karhutla pertama terdeteksi di Kabupaten Bengkalis. Namun, belum selesai dilakukan penanganan dalam hitungan hari tim gabungan pengendalian darat kembali mendapati titik api di wilayah lain, karena lahan kering dan jarak dari sumber air cukup jauh.

Ia memastikan bahwa tim gabungan darat terdiri atas BPBD, Manggala Agni, TNI/Polri, dan relawan juga terus melakukan pembasahan pada lahan yang belum terbakar sebagai mitigasi jangan sampai terdampak, termasuk penegakan hukum bila ditemukan ada potensi kesengajaan dari manusia dalam kebakaran yang terjadi. (ant)

Kategori :