JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO–Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan inspeksi ke lapangan terkait maraknya peredaran produk pangan ilegal asal China di Indonesia.
Permintaan ini bertujuan untuk menekan risiko dampak buruk dari konsumsi pangan ilegal.
"Kami berharap BPOM segera melakukan inspeksi untuk menertibkan produk-produk pangan yang diduga ilegal yang beredar di masyarakat," ujarnya.
Niti mengungkapkan bahwa YLKI telah menemukan banyak produk impor yang tidak memenuhi standar, termasuk pangan yang tidak mencantumkan label dalam bahasa Indonesia, seperti yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2012.
YLKI mencatat, produk pangan impor yang dijual di ritel besar sering kali tidak memenuhi ketentuan ini, dan hal ini cukup mengkhawatirkan.
"Temuan ini di ritel modern, namun kemungkinan produk ilegal lebih banyak ditemukan di pasar tradisional dan pedagang kaki lima," ujar Niti.
Kekhawatiran ini semakin menguat setelah beberapa kasus gangguan kesehatan yang dialami oleh siswa sekolah dasar di Sukabumi. Pada Mei 2024, 16 siswa SDN Cidadap I mengalami pusing, mual, dan muntah setelah mengonsumsi snack asal China bermerek Hot Spicy Latiru dan Latiao Strips.
Kasus serupa terjadi pada Februari 2024, ketika 28 siswa dari SDN Nangewer dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nangewer mengalami keracunan setelah menyantap jajanan bermerek Daya.
Menanggapi situasi ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menggandeng Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membentuk satuan tugas (satgas) guna menangani impor ilegal, termasuk pangan dan minuman berbahaya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengharapkan satgas tersebut segera terbentuk untuk mengurangi barang-barang ilegal yang masuk ke Indonesia.
"Kami minta dukungan Kejagung untuk membentuk tim yang akan turun ke lapangan. Setelah ditemukan, kasus-kasus ini akan diserahkan kepada Kejaksaan untuk penegakan hukum," kata Mendag Zulkifli Hasan.
Kemendag dan Kejagung bekerja sama dalam upaya melindungi industri dan konsumen dari bahaya pangan ilegal, yang kini sudah mencapai taraf berbahaya. (*)