Selama mempraktikkan cara tersebut, ia mencermati tanah makin subur karena pemanfaatan jerami mampu menyimpan air.
Para petani dengan konsep pertanian konvensional kerap mengambil cara cepat misalnya membakar jerami tersebut yang justru membawa dampak negatif terjadinya pencemaran udara berupa karbon karena asapnya yang terbawa sesuai arah angin.
Pupuk Organik
Pengelolaan lahan pertanian juga dikombinasikan dengan cara menekan penggunaan pupuk berbahan kimia.
Pasalnya, pupuk kimia berkontribusi terhadap perubahan iklim. Berdasarkan data Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyebutkan kegiatan pertanian berkontribusi sekitar 30 persen dari total emisi gas rumah kaca, terutama disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan kotoran hewan.
Perlu ada terobosan untuk memanfaatkan pupuk alami di antaranya pupuk cair dari ekoenzim atau bekas limbah rumah tangga. Misalnya, dari sisa buah-buahan yang dicampur dengan gula merah untuk difermentasi.
Kemudian, kotoran sapi yang dicampur dengan abu gosok dan memanfaatkan limbah pabrik sabut kelapa.
Kementerian Pertanian mencatat sabut kelapa mengandung 30 persen serat yang banyak mengandung kalium dan fosfor sebanyak dua persen.
Sabut kelapa juga mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman yakni kalium, kalsium, magnesium, natrium dan fosfor.
Kalium dalam sabut kelapa itu juga dapat larut di dalam air sehingga menghasilkan air rendaman yang mengandung kalium sebagai pupuk cair.
Selanjutnya, air seni sapi yang digunakan untuk membuat pupuk cair mikro organisme lokal (mol) yang dicampur dengan sisa buah-buahan misalnya kulit pisang atau sayuran.
Kelompok tani itu menumpahkan pupuk cair alami sekitar dua ton per hektare
Padi Organik
Selain menjaga kesehatan dan kesuburan tanah serta berkontribusi menekan dampak perubahan iklim, pengelolaan pertanian dengan cara organik juga berperan terhadap produktivitas padi.
I Nengah Suarsana menjelaskan padi dengan sistem organik lebih berisi serta produktivitas lebih banyak.
Rendemen gabah yang diproduksi menjadi beras, apabila dengan sistem pertanian konvensional mencapai 50 persen dari gabah yang dipanen. Sedangkan dengan organik, produksi beras mencapai 54 persen dari total gabah.