JAKARTA - Atlet para atletik Indonesia Karisma Evi Tiarani mempersembahkan medali perak nomor pertandingan 100 meter putri klasifikasi T42/63, sekaligus dua kali memecahkan rekor dunia klasifikasi T42 dalam satu hari pada Paralimpiade Paris 2024, Minggu.
Drama tersaji dalam partai final nomor pertandingan 100 meter putri klasifikasi T42/63 di Stade de France. Karisma Evi sebagai pelari tercepat dunia klasifikasi T42 harus bersaing dengan trio asal Italia yang menguasai klasifikasi T63.
Karisma Evi sejatinya tak diunggulkan untuk meraih medali. Trio Italia Ambra Sabatini, Monica Graziana Contrafatto, dan Martina Caironi selalu perkasa ketika ada penggabungan klasifikasi T42 dan T63.
Kerja keras Karisma Evi meraih medali dinaungi dewi fortuna. Trio Italia hampir saja kembali memborong tiga medali seperti saat Paralimpiade Tokyo 2020, sebelum kemudian insiden Ambra Sabatini terjadi.
Ambra Sabatini sebagai pemegang rekor lari tercepat 100 meter T63 tiba-tiba terjatuh menjelang finis. Badan Sabatini kemudian mengenai Monica hingga ikut terjatuh.
Karisma Evi yang sedari awal sudah mengawal ketat Martina Caironi bisa finis di urutan kedua dengan catatan waktu 14,26 detik.
Catatan ini menjadi rekor dunia baru 100 meter putri T42 setelah pada babak kualifikasi Karisma Evi juga memecahkan rekor dunia dengan waktu 14,34 detik.
Di depan Karisma Evi ada Martina Caironi yang finis dengan catatan waktu 14,16 detik. Caironi pun berhak atas medali emas dan Karisma Evi mendapatkan medali perak.
Sementara untuk medali perunggu, panitia memutuskan untuk menerima protes dari kubu Italia. Monica Graziana dinyatakan berhak atas medali perunggu meski finis dalam kondisi terjatuh karena terkena badan Sabatini.
Terkait raihan medali perak ini, Karisma Evi tak menyangka bisa mendapatkan medali perunggu meski klasifikaai T42 harus digabungkan dengan klasifikasi T63.
“Ini luar biasa. Saya tidak membayangkan hal ini akan terjadi karena mereka (trio Italia) selalu tampil hebat. Saya pikir mereka sangat cepat setelah 60 meter. Ini sungguh menakjubkan," kata Karisma Evi, dikutip dari keterangan resmi Komite Paralimpiade (NPC) Indonesia.
Karisma Evi hanya menyadari bahwa pelari yang menggunakan kaki buatan terlihat kesulitan pada momen start. Makanya, pada partai final ini, Karisma Evi sekuat tenaga untuk meninggalkan mereka pada 50 meter awal.
“Untuk yang memakai kaki asli memang harus maksimal di start awal. Sebisa mungkin harus meninggalkan di awal. Dengan begitu mereka tidak bisa mengejar di akhir,” ujarnya.
Meski berdekatan, Karisma Evi tak mengetahui penyebab insiden Sabatini terjadi. Ia hanya fokus untuk mengejar Martina Caironi yang berlari sangat cepat di depannya.
“Saya hanya melihatnya terjatuh sebelum garis finis dan saya hanya berkonsentrasi pada garis finis,” kata Karisma Evi.(ant)