JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO- Amrizal, anggota DPRD Provinsi Jambi, kini menghadapi sorotan setelah terungkap bahwa ia diduga menggunakan ijazah SMP milik orang lain untuk mendapatkan ijazah Paket C, yang kemudian memungkinkannya meraih gelar Sarjana.
Amrizal menyelesaikan studi S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Nusantara Sakti (STIA-Nusa) Kerinci-Sungai Penuh pada Oktober 2022 setelah memulai perkuliahan pada tahun 2016 dengan konsentrasi di Manajemen Pelayanan Publik.
Namun, penggunaan ijazah SMPN 1 Bayang yang didapat Amrizal melalui surat kehilangan pada Agustus 2007 memicu kontroversi.
BACA JUGA:Kasus Ijazah Amrizal Jadi Sorotan
BACA JUGA:Amrizal Bungkam Terkait Kasus Ijazah Palsu, Pelantikan Tetap Dilantik sebagai Anggota DPRD
Surat kehilangan ini digunakan untuk mendapatkan ijazah Paket C dari PKBM Albaroqah di Desa Bedung Air pada Desember 2007, dengan transkrip nilai dan ijazah diterima pada Januari 2008.
Masalah semakin rumit karena Amrizal juga memiliki surat kehilangan dari SDN 11 Kapujan yang dikeluarkan pada waktu yang sama.
Dugaan bahwa Amrizal mungkin memperoleh ijazah Paket C tanpa mengikuti proses belajar yang sah semakin menguat.
Setelah memperoleh ijazah Paket C, Amrizal mencalonkan diri pada 2009 namun kalah, dan kemudian berhasil terpilih sebagai anggota DPRD Kerinci pada 2014 dan 2019.
Pada 2024, ia terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi.
Kasus ini kini ditangani oleh Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jambi.
Penyidik sedang memeriksa pemilik ijazah yang sah serta mantan Kepala SMPN 1 Bayang.
Pemeriksaan mengungkap adanya dua individu bernama Amrizal dengan tanggal lahir yang berbeda, dengan satu orang di antaranya yang lahir di Kemantan Kerinci pada 17 Juli 1976 dan yang lainnya di Kapujan pada 12 April 1974.
BACA JUGA:Jamhuri: Kasus Amrizal Bisa Libatkan Banyak Pihak
BACA JUGA:Polisi Kumpulkan Bukti Dugaan Ijazah Palsu, Amrizal Terancam Tak Bisa Dilantik Jadi Anggota DPRD
Amrizal menghadapi kemungkinan proses hukum yang rumit dan risiko hukuman penjara serta denda jika terbukti bersalah. Kasus ini juga dapat berdampak pada integritas sistem pendidikan dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. (*)