Kasus seperti itu cukup banyak menimpa pekerja migran perempuan Indonesia di Malaysia. Pada akhirnya perempuan menjadi pihak yang paling rentan dan dirugikan.
Kondisinya akan menjadi semakin rumit manakala mereka berada di negara lain tanpa dokumen keimigrasian dan izin tinggal yang lengkap, atau yang biasa mereka sebut “kosongan”.
Harapan pada Kabinet Merah Putih
Terlalu banyak cerita pahit pekerja migran Indonesia di Malaysia, meski ada pula yang sukses dan menjadi berkah bagi mereka dan Indonesia, karena devisa mengalir ke negara.
Ada Derfi Bisilisin asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tidak digaji lebih dari 9 tahun plus mengalami penyiksaan di Kota Bharu, Kelantan pada 2011. Lalu ada kasus Adelina Lisao juga asal NTT yang akhirnya meninggal di Penang pada 2018, ada pula kasus Mariance Kabu juga asal NTT yang juga mengalami penyiksaan oleh majikan pada 2014.
Jangan lupa pula kasus Wilfrida Soik asal Belu, NTT pada 2010, yang akhirnya terlepas dari hukuman mati di Malaysia.
Ia merupakan korban perdagangan orang yang dikirim bekerja ke Malaysia tanpa melalui prosedur yang benar, dan terbukti masih belum cukup umur dari hasil pengujian tulang dan keterangan Pastor Paroki.
Dari berita ANTARA, 25 Agustus 2015, Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Herman Prayitno saat itu mengatakan menyambut gembira putusan Mahkamah Rayuan yang membebaskan Wilfrida Soik dari tuntutan hukuman mati.
Pada sidang banding di Putrajaya saat itu, selain Satgas KBRI, juga telah hadir Prabowo Subianto yang memberikan perhatian dan dukungan terhadap pembelaan Wilfrida Soik.
Kini, harapan itu kembali disampaikan dengan adanya pemerintahan baru, terlebih lagi dengan sudah ditunjuknya Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding dan Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Christina Aryani dan Dzulfikar Ahmad Tawalla dalam Kabinet Merah Putih.
Imam mengatakan sebagai pekerja migran dirinya berharap pemerintah lebih besar lagi memperhatikan mereka yang bekerja di Malaysia.
Ia juga berharap ada pekerjaan dengan gaji yang sesuai yang dapat menjamin kesejahteraan keluarganya yang ada di Indonesia. Pada saat yang sama berharap mendapatkan perlindungan serta kemudahan saat bekerja di Malaysia.
Imam juga mengharapkan korupsi berkurang di Indonesia. Dirinya meyakini akan turut merasakan dampaknya di Malaysia jika korupsi di tanah air dapat diatasi.
Adapun Danang, Kasdi, dan Gofur kembali mengatakan tidak berani banyak berharap. Namun, mewakili pekerja migran Indonesia di Malaysia, mereka berharap dipermudah dalam mengurus semua keperluan perizinan kerja sehingga mereka dapat bekerja lebih tenang.
Mereka pun berandai-andai jika di Indonesia ada pekerjaan yang layak dengan gaji yang lebih tinggi dari yang mereka peroleh di Malaysia. (ant)