Hidup Berdampingan, Guyub Rukun Tanpa Perselisihan

Minggu 10 Nov 2024 - 21:25 WIB
Editor : Adriansyah

Posko pengungsian yang dibangun secara mandiri hanya berupa tenda-tenda sederhana beratapkan terpa. Posko ini dibangun secara terpisah di beberapa titik, dengan jumlah tenda yang berbeda-beda di setiap titiknya.

Tidak kurang dari 40 tenda didirikan di lokasi pengungsian tersebut. Tak hanya membangun posko secara swadaya. Pasokan logistiknya pun mereka penuhi secara swadaya.

Namun demikian, seluruh masyarakat bisa hidup tenang di posko pengungsian. Sebab, masyarakat menanamkan apa yang menjadi tradisi mereka secara turun-temurun.

"Lewo Kakan, Lewo Arin. Kampung kakak, ya kampung adik. Artinya di sini kita harus sama-sama membantu," ungkap Paulus.

Suasana semangat untuk hidup dan menyelamatkan sesama terasa hangat, hingga mampu melupakan dinginnya udara perbukitan di kaki gunung yang relatif sejuk.

Meski hidup di tenda tanpa aliran listrik, masyarakat tetap bisa hidup berdampingan dengan guyub rukun, tanpa adanya perselisihan antara masing-masing tenda.

Budaya ketimuran yang kental akan kesukuan dan kemargaan tidak terlihat secara jelas kala mereka menempati tenda-tenda pengungsian.

Dalam satu titik lokasi kemah, tenda-tenda yang didirikan mampu menampung hingga 50 orang dari berbagai suku atau keluarga.

Hal ini terjadi karena prinsip Lewo Kakan Lewo Arin tidak hanya sekadar slogan, namun juga menjadi spirit yang diresapi dan diimplemantasikan di dalam kehidupan mereka.

Revisi peta batas aman PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM RI merekomendasikan kepada Badan Geologi untuk merevisi peta batas aman wilayah yang bisa digunakan oleh masyarakat di sekitar Gunung Lewotobi Laki-laki, sehingga masyarakat setempat tidak lagi perlu mengungsi setiap hari.

Upaya ini mendapat respons positif. Badan Geologi menetapkan radius zona bahaya menjadi 9 kilometer pada sektor barat daya-barat laut. Otomatis, hal ini juga berimbas kepada wilayah Desa Pululera.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mewacanakan adanya relokasi tempat tinggal warga di sekitar Gunung Lewotobi Laki-Laki, di mana Desa Pululera akan ikut mengambil bagian.

Kepala BNPB Suharyanto juga memastikan para pengungsi korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki mempunyai hak tunggu hunian berupa bantuan dana stimulan yang akan diberikan pemerintah sebesar Rp500 ribu per bulan.

Terkait peta batas aman, Kepala Desa Pululera, Paulus Sang Sony Tukan, mengatakan bahwa belum lama ini sejumlah pihak dari instansi terkait mengajaknya untuk melakukan survei lokasi pemukiman baru warga desa.

Para warga direncanakan untuk direlokasi ke lokasi yang dikenal oleh masyarakat sebagai Tanawawe, hamparan tanah berupa padang rumput di lembah yang dinilai lebih indah, subur, juga memiliki sumber mata air berupa air terjun.

Tanggapan dari warga juga positif. Meskipun relatif lebih jauh, relokasi hunian ini dinilai sebagai berkah, karena selain mampu mengamankan mereka dari marabahaya, relokasi juga bisa menjadi harapan baru masyarakat untuk kembali hidup sejahtera.

Kategori :