Sementara itu, perwakilan pemprov yang menerima hasil kajian ini, Asisten II Setda Provinsi Jambi Johansyah menyebut dari hasil kajian itu pihaknya akan meningkatkan SOP integrasi data secara elektronik.
"Kami akan menindaklanjuti kajian ini dan 30 hari menyampaikan kembali ke ORI Perwakilan Jambi. Kami akan rapat dan perbaiki dari hasil saran Ombudsman ini," sebut Johansyah.
Untuk realisasi nyata pengintegrasian SKTM ke JKN ini, Johansyah menyebut memang perlu sinergitas kabupaten/kota. Lantaran menurutnya masyarakat ada di kabupaten/kota dan Provinsi sifatnya ketika tak ada program maka Provinsi yang menaungi.
"Untuk itu memang butuh cukup waktu, dan kami berharap pada tahun 2025 dapat terkonek agar dari SKTM bisa masuk ke asuransi yang disiapkan Nasional, Provinsi maupun kabupaten/kota," sebutnya.
Dalam pemaparan hasil kajian Ombudsman, Asisten Pencegahan Shopian Hadi dijelaskan kajian dilakukan pada April hingga Agustus 2024. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumen
Pengumpulan data dilaksanakan di Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Dinas Sosial Provinsi Jambi, RSUD Raden Mattaher dan Dinas Kesehatan serta Dinas Sosial Kabupaten/Kota.
Fokus Kajian Cepat ini adalah mengetahui sejauh mana integrasi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Pemerintah Daerah di Provinsi Jambi.
"Adapun pemilihan fokus di wilayah Provinsi Jambi karena memiliki tanggung jawab terhadap integrasi SKTM dengan JKN dalam mewujudkan Indonesia Sehat dan meminimalisasi pengeluaran daerah terhadap jaminan kesehatan melalui SKTM," jelasnya.
Di Provinsi Jambi berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, pada tahun 2023 terdapat 1552 pasien dari Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi yang berobat menggunakan SKTM di RSUD Raden Mattaher dan 467 pasien di RS Jiwa Jambi sebagai Rumah Sakit Rujukan Provinsi Jambi.
Shopian mengungkapkan data menarik, yakni Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 sekitar 72 persen penduduk Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan. Namun, kepemilikan jaminan ini belum merata sampai ke tingkat provinsi.
Bahkan jika dirinci per wilayah, persentase penduduk tanpa jaminan ini paling banyak berada di Provinsi Jambi sebanyak 44,14 persen. Sedangkan paling sedikit di Provinsi Aceh sebesar 2,28 persen. (*)