PANGKALPINANG, JAMBIEKSPRES.CO- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang berlangsung pada 27 November 2024 masih meninggalkan pertanyaan besar bagi masyarakat Indonesia: Siapa yang akhirnya akan memimpin sebagai gubernur, wali kota, atau bupati di daerah masing-masing?
Meskipun hasil akhir masih dalam proses perhitungan suara yang berjenjang, dari tingkat kecamatan hingga provinsi, ketertarikan publik semakin tinggi seiring dengan adanya fenomena menarik di sejumlah daerah.
Sampai 1 Desember 2024, masyarakat tengah menanti rekapitulasi suara yang dijadwalkan berlangsung pada 29 November hingga 12 Desember untuk tingkat kabupaten/kota, dan 30 November hingga 15 Desember untuk tingkat provinsi.
BACA JUGA:WADUH! Kotak Kosong Menang Telak di Pilkada Bangka 2024, Segini Perolehannya
Namun, hasil hitung cepat (quick count) yang sudah mulai tersebar di media turut mengundang perhatian, terutama terkait fenomena pasangan calon tunggal yang terjadi di 41 daerah, yang termasuk satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota.
Dalam Pilkada Serentak 2024, dua daerah yang berhasil mencuri perhatian adalah Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, di mana kotak kosong mengalahkan pasangan calon tunggal yang diusung oleh partai politik.
Di Pangkalpinang, pasangan Maulan Aklil-Masagus M. Hakim gagal dalam Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota, sementara di Kabupaten Bangka, pasangan Mulkan-Ramadian juga kalah dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati.
Menurut Pengamat Politik Bangka Belitung, Ariandi A. Zulkarnain, fenomena kemenangan kotak kosong ini merupakan cerminan dari ketidakpuasan masyarakat terhadap praktik elit politik dan ketidakadilan dalam pengusungan calon oleh partai politik.
Masyarakat berharap adanya kontestasi yang lebih terbuka, di mana mereka bisa memilih calon dengan visi misi yang lebih jelas, daripada hanya memilih calon tunggal yang tidak memberi pilihan.
BACA JUGA:Harap Tidak Ada Lagi Lawan Kotak Kosong
BACA JUGA:KPU Izinkan Dukungan Kotak Kosong dalam Pilkada 2024
"Kemenangan kotak kosong ini adalah wujud dari perlawanan rakyat terhadap elitisasi politik yang telah berlangsung," jelas Ariandi.
"Masyarakat ingin melihat ada perlawanan dari calon lainnya selain petahana, namun karena partai politik tidak menyediakan alternatif, akhirnya mereka memilih kotak kosong sebagai bentuk protes."
Ariandi yang juga seorang dosen ilmu politik di Universitas Bangka Belitung (UBB) mengatakan bahwa kemenangan kotak kosong ini juga merupakan hasil dari gerakan politik yang dikenal dengan sebutan Relawan Kotak Kosong.