JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa meskipun Presiden memiliki hak untuk memberikan pengampunan kepada pelaku tindak pidana korupsi, langkah tersebut tetap harus mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Agung (MA) untuk grasi dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk amnesti.
"Jika pemberian grasi, Presiden wajib meminta pertimbangan dari MA, sementara untuk amnesti, Presiden harus meminta persetujuan dari DPR. Ini penting agar ada mekanisme pengawasan yang jelas," ungkap Supratman di Jakarta.
Supratman juga mengingatkan bahwa koruptor tidak bisa begitu saja mendapatkan pengampunan. "Pemberian pengampunan tidak serta merta diberikan kepada pelaku korupsi. Prosesnya tetap harus melalui pertimbangan kedua lembaga tersebut," tambahnya.
Menteri yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Legislasi DPR ini menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan pengampunan tanpa adanya upaya maksimal untuk pemulihan aset yang dirampas oleh koruptor.
BACA JUGA:WADUH! Mahfud Sebut 84 Persen Koruptor Lulusan Perguruan Tinggi
BACA JUGA:Prabowo: Soal Korupsi, Jangan Ada Loyalitas Jiwa Korps yang Keliru
"Pemberian pengampunan bukan untuk membebaskan mereka begitu saja, tetapi lebih pada memastikan adanya pengembalian aset negara yang hilang akibat korupsi," ujarnya.
Supratman menjelaskan bahwa meskipun kewenangan pemberian pengampunan berada di tangan Presiden, dalam praktiknya, setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, kewenangan tersebut tidak bersifat absolut.
Presiden harus meminta pertimbangan dari MA dan DPR untuk memastikan keputusan tersebut sesuai dengan prinsip keadilan dan pengawasan.
"Sebelum amandemen UUD 1945, kewenangan Presiden dalam hal ini bersifat mutlak. Namun, pasca-amandemen, keputusan seperti grasi, amnesti, atau abolisi harus melalui pengawasan oleh MA dan DPR," jelas Supratman.
Selain itu, Supratman juga menyebutkan bahwa Kejaksaan Agung memiliki kewenangan untuk memberikan pengampunan melalui mekanisme denda damai bagi pelaku tindak pidana korupsi. "Selain Presiden, Jaksa Agung juga memiliki ruang untuk memberikan pengampunan tanpa harus melalui proses Presiden, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kejaksaan," katanya.
Pemberian pengampunan kepada koruptor ini, lanjut Supratman, masih menunggu arahan lebih lanjut dari Presiden Prabowo Subianto. "Kami akan menunggu keputusan lebih lanjut dari Presiden untuk langkah konkret ke depannya," ujar Supratman.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto, dalam pidatonya di Kairo, Mesir, menyatakan akan memberi kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat asalkan mereka bersedia mengembalikan hasil curian kepada negara. Dalam pidatonya yang disampaikan di Gedung Al-Azhar Conference Center, Presiden Prabowo menyebutkan bahwa kesempatan tersebut akan diberikan dalam waktu dekat, meskipun tidak mencantumkan batas waktu yang pasti.
"Kalau Anda (koruptor) mau bertobat, kembalikan apa yang sudah Anda curi dari rakyat. Jika itu dilakukan, mungkin kita akan memaafkan," tegas Presiden Prabowo dalam pidatonya. (ant)