BALI, JAMBIEKSPRES.CO- Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, menyatakan bahwa tata kelola pemilu di Indonesia akan lebih baik jika status kelembagaan Bawaslu tetap permanen, bukan menjadi lembaga ad hoc. Menurutnya, dengan status permanen ini, sistem peradilan pemilu (electoral justice system) dan pengawasan pemilu akan berjalan lebih efektif.
“Dengan permanennya penyelenggara pemilu, kami yakin sistem peradilan pemilu akan lebih baik. Keajegan kelembagaan Bawaslu akan memperkuat tata kelola pemilu di Indonesia,” ujar Rahmat Bagja di Badung, Bali.
Bagja menegaskan bahwa wacana mengubah Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi lembaga ad hoc justru berisiko menimbulkan masalah baru. Salah satunya adalah meningkatnya potensi praktik politik uang dan kesulitan dalam melatih petugas penyelenggara pemilu.
"Jika Bawaslu dan KPU diubah menjadi lembaga ad hoc, akan muncul banyak masalah baru, seperti potensi politik uang dan kendala dalam melatih petugas di tingkat daerah. Selain itu, persoalan sekretariat KPU kabupaten/kota juga menjadi tantangan," jelas Bagja.
BACA JUGA:Sepanjang 2024, DKPP Pecat 66 Penyelenggara Pemilu
BACA JUGA:Anggota KPPS Kehilangan Motor Saat Persiapkan Logistik Pemilu
Lebih lanjut, Rahmat Bagja menjelaskan bahwa dengan status permanen, Bawaslu dapat menerapkan prinsip meritokrasi yang berkelanjutan. Bawaslu bisa memberikan kesempatan bagi pengawas pemilu untuk berkembang secara berjenjang, mulai dari panitia pengawas kecamatan (panwascam) hingga menjadi anggota Bawaslu pusat.
“Penting bagi kami untuk memberi kesempatan karir bagi pengawas yang memulai dari bawah. Mereka yang berkarir dari panwascam atau PPK berpotensi untuk naik ke tingkat kabupaten dan pusat. Hal ini menjadi salah satu keunikan sistem penyelenggaraan pemilu di Indonesia,” ujar Bagja.
Sebelumnya, Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, juga menyampaikan pentingnya keberadaan Bawaslu dalam menciptakan kesadaran politik di masyarakat. Dalam acara Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu di Badung, Bali, Lolly mengatakan bahwa membangun kesadaran politik membutuhkan waktu dan proses yang panjang.
“Kesadaran politik itu seperti menanam padi. Tanah harus disiapkan, benih harus ditanam, dirawat, dan dipastikan tumbuh dengan baik. Begitu pula dengan kesadaran politik, Bawaslu harus membangun fondasi yang kuat,” ujar Lolly.
Lolly menambahkan bahwa meskipun berada di luar tahapan pemilu, Bawaslu memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai kepemiluan kepada masyarakat. Ini merupakan saat yang tepat untuk memastikan bahwa warga negara memahami hak dan kewajiban mereka dalam proses demokrasi.
“Seringkali Bawaslu dianggap tidak bekerja di luar tahapan pemilu. Namun, kami memiliki program-program yang akan membuktikan bahwa Bawaslu tetap aktif dan berkontribusi pada kesadaran politik masyarakat,” tandas Lolly.
Dengan adanya dukungan terhadap status permanen Bawaslu, diharapkan sistem pemilu di Indonesia semakin matang, adil, dan transparan, serta dapat meningkatkan kualitas demokrasi dalam negeri. (ant)