Selama lebih kurang 2 tahun berdiri, PT Siginjai Sakti hanya menjalankan bisnis pengelolaan aspal, dan memproduksi sebesar 1.900 ton.
"Hanya 2 bulan beroperasi, kita habis waktu untuk perbaikan (alat AMP). Kalau kontinyu bisa kita dapat laba, tapi karena hanya satu-satunya bisnis itu, kesedot (jasa beban) untuk keseluruhan biaya operasional," ujarnya.
Yoan menjelaskan jika PT Siginjai Sakti pada akhir 2022 baru mulai operasional. Manajemen memang memiliki beberapa rencana bisnis yang sudah disetujui oleh kuasa pemegang saham. Salah satu yang paling diunggulkan adalah pengelolaan aspal Eks UPTD UPCA.
"Kalau di dalam Perda itu ada 12 bidang usaha yang bisa dilakukan oleh PT Siginjai Sakti. Namun tentu ada skala prioritas, salah satu yang sudah dijalankan adalah pengelolaan aspal," katanya kepada wartawan.
Namun, saat menjalankan bisnis pengelolaan aspal, pihaknya menemui beberapa kendala. Salah satunya adalah karena kondisi alat yang sudah lama tidak beroperasi, maka butuh perbaikan-perbaikan.
"Asphalt Mixing Plant (AMP) itu kondisinya sudah lama tidak beroperasi, sudah tua, produksi tahun 2005. Kami juga tidak punya peralatan lain seperti peralatan hampar dan yang lain. Selama ini kami sistem sewa dan itu dari segi bisnis tidak menguntungkan. Karena kalah dengan kompetitor. Selain itu alat juga tidak ready sewaktu-waktu, sehingga ini menjadi kesulitan kami. Lalu bisnis itu cuma berjalan selama 2 bulan saja," ujarnya.
Oleh karena itu, saat ini manajemen tengah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyertaan modal ke DPRD Kota Jambi. Harapannya ke depan peralatan AMP dan beberapa alat berat lainnya, bisa diserahkan ke BUMD PT Siginjai Sakti. Sehingga kedepan dapat menjalankan bisnis usaha pengelolaan aspal tanpa sewa dengan pihak lain.
Yoan Dinata mengatakan, jika awalnya PT Siginjai Sakti memprioritaskan 3 bisnis prioritas, diantaranya adalah pengelolaan TPA Talang Gulo, pengelolaan jaringan gas dan pengelolaan aspal. Namun belakangan terjadi pergeseran karena TPA Talang Gulo ini sudah berbentuk BLUD dan untuk jaringan gas masih dikelola oleh PT JII, BUMD milik Pemprov Jambi.
"Seyogyanya memang jaringan gas ini dikelola oleh pemerintah Kota Jambi karena saat ini sudah memiliki BUMD sendiri. Sama seperti di daerah lain itu yang mengelola adalah BUMD milik pemerintah daerahnya sendiri. Karena ini merupakan marwah," katanya.
Ditambahkan Manajer Keuangan PT Siginjai Sakti, Sapta Diraharja, untuk pengelolaan jaringan transportasi angkutan kota, manajemen PT Siginjai Sakti menilai harus disubsidi penuh oleh pemerintah daerah.
"Kalau tidak disubsidi penuh, maka kami tidak sanggup menjalankannya, karena dalam hitungan kami itu tidak masuk," jelasnya.
Dalam hitungan awal pemerintah Kota Jambi hanya akan memberikan subsidi sebesar Rp 6 juta per angkutan per bulan. Namun dalam kajian PT Siginjai Sakti, untuk bisa menjalankan bisnis tersebut harus disubsidi sebesar Rp12,5 juta per bulan.
Terpisah, Ketua DPRD kota Jambi Putra Abshor Hasibuan, mengatakan, jika tidak memiliki arah yang jelas, lebih baik BUMD Siginjai Sakti dibubarkan saja.
"Daripada hanya membayar gaji direksi saja, lebih baik dibubarkan kalau arahnya tidak jelas. Lebih baik dananya kita alokasikan untuk masyarakat miskin ekstrem," pungkas Abshor. (*)