Oleh: Dahlan Iskan
TAMAN Victoria, kemarin pagi, sehari sebelum Natal 2023: sekitar 20 wanita Indonesia membuat lingkaran di bawah pepohonan yang rindang.
Matahari pagi bersinar kuat tapi udara akhir Desember tetap saja dingin. Mereka pakai baju tebal. Benyanyi-nyanyi. Bergoyang-goyang. Tangan sering melambai-lambai ke atas. Memuji Tuhan.
Anda pun tahu: itulah kebaktian Minggu pagi di Taman Victoria Hongkong. Taman di Causeway Bay itu tiap hari Minggu memang ''diduduki'' wanita Indonesia. Yakni mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang mendapat hak libur di hari Minggu.
Awalnya saya ingin tahu di gereja mana saja yang Minggu kemarin merayakan Natal dalam bahasa Indonesia.
"Di Taman Victoria," ujar sahabat Disway yang bekerja di sana.
"Di taman terbuka?"
"Iya," tegasnyi.
Benar. Dari jauh sudah terdengar nyanyian gereja. Kian dekat kian jelas: pakai bahasa Indonesia.
Inilah kebaktian sambil berdiri. Sejak awal sampai akhir. Di bawah pohon.
Saya mendekat tapi tidak mau menyapa. Saya tidak mau ibadah mereka terganggu. Kebetulan mereka lagi memejamkan mata semua: tidak melihat saya sudah bersama mereka.
Wanita yang di tengah lingkaran itu bahkan tidak hanya memejamkan mata. Di pipinyi mengalir air mata. Wanita inilah yang memimpin doa. Dengan suara lantang. Bergetar. Kadang berubah syahdu.
"Amiiin," sahut yang di lingkaran.
Usai kebaktian barulah saya ngobrol dengan pemimpin kebaktian itu.
"Juragan saya seorang dokter," ujar wanita yang memimpin doa itu. Namanyi: Tresi Deice Katupayan. Asal Manado.