Berlabuh Pada Gerakan Bisnis Berkelanjutan

Rabu 22 Oct 2025 - 20:15 WIB
Editor : Jurnal

Tommy tidak berbicara tentang keberhasilan dengan nada heroik. Ia bercerita dengan kejujuran seorang peziarah yang masih berjalan. “Saya belajar bahwa perubahan tak datang dari satu inovasi besar,” ujarnya. “Ini lahir dari kesabaran memperbaiki hal-hal kecil setiap hari.”

Kesabaran itu ia pupuk sejak muda. Lulusan teknik elektro yang memulai karier sebagai programmer analyst di National Instruments ini terbiasa berpikir sistematis dan berorientasi solusi.

Tetapi di balik logika teknokratisnya, Tommy memelihara empati yang kuat terhadap isu sosial. Ketika berbicara tentang limbah plastik, misalnya, ia tidak berhenti pada data statistik.

Ia menceritakan wajah para pemulung, para petani singkong yang tanahnya rusak karena pestisida, dan anak-anak yang bermain di sungai penuh sampah.

“Mereka semua adalah bagian dari sistem yang kita bentuk,” katanya. “Dan sistem itu bisa kita ubah kalau kita mau.”

Di mata banyak orang, ia tampak seperti idealis yang beruntung karena punya platform besar. Namun di balik layar, Tommy menghadapi jalan panjang yang tak selalu mulus. Membangun bisnis berkelanjutan di tengah ekosistem yang masih menilai kesuksesan dari angka penjualan adalah perjuangan sunyi.

“Kami sering dianggap aneh,” ia tersenyum. “Tapi saya percaya, setiap perubahan besar selalu dimulai dari ketidakwajaran.”

Dalam percakapan yang panjang, Tommy sering kembali pada satu kata kunci “meaning”.

Ia percaya setiap manusia, di balik profesinya, sebenarnya sedang mencari makna, sesuatu yang membuat setiap kerja memiliki jiwa.

Di Greenhope, makna itu tumbuh dari kesadaran bahwa setiap kantong plastik yang dapat terurai adalah satu langkah kecil menyelamatkan planet bagi generasi mendatang.

Nilai-nilai spiritual, katanya, menjadi jangkar dalam mengambil keputusan bisnis. “Kalau kita tahu untuk apa kita hidup, keputusan jadi lebih ringan,” ucapnya. “Kita tidak mudah tergoda oleh keuntungan sesaat.”

Sebagai suami dan ayah dari tiga putri, ia sering menautkan visinya pada keluarga. “Saya ingin ketika anak-anak saya besar nanti, mereka masih bisa melihat laut biru, udara bersih, dan hutan hijau,” katanya. “Kalau tidak, untuk apa semua pencapaian ini?”

Itulah sebabnya, di setiap forum global tempat ia berbicara baik di World Economic Forum maupun di konferensi keberlanjutan lainnya, Tommy lebih memilih berbagi pengalaman nyata ketimbang jargon.

Ia bercerita tentang bagaimana riset dilakukan bersama petani lokal, bagaimana tantangan birokrasi dihadapi dengan sabar, dan bagaimana pentingnya edukasi publik agar masyarakat memahami perbedaan antara plastik yang bisa didaur ulang, bisa terurai, dan yang hanya berganti nama.

Berjiwa Sosial

Dari situ pula lahir tekadnya untuk memperbanyak pemimpin muda yang berjiwa sosial. “Anak muda Indonesia punya potensi luar biasa,” ujarnya penuh keyakinan.

Kategori :