Saat tampil perdana lawan Irak, jumlah suporter hanya sekitar 700-an sehingga kalah suara dari pendukung tim berjuluk Singa Mesopotamia itu.
Peningkatan drastis terjadi saat laga kedua kontra Vietnam, dengan jumlah penonton mencapai lebih dari 3.000 diaspora Indonesia. Jumlah yang melonjak itu dipengaruhi dua faktor utama.
Pertama ialah hari pertandingan pada Jumat, yang merupakan hari libur bagi negara-negara di Timur Tengah. Kedua, laga antara Indonesia dan Vietnam merupakan salah satu derbi panas bagi kesebelasan nasional di Asia Tenggara.
Angka kehadiran tersebut tak seluruhnya diisi oleh diaspora Indonesia di Qatar, namun juga dari negara tetangga seperti Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, bahkan hingga Benua Biru.
"Ada yang datang dari Hungaria dan Belanda juga, Mas," ucap Dadan sembari menunjukkan chat dari salah seorang diaspora di Eropa dalam group chat WhatsApp #UltrasGarudaQatar????????.
Rampung laga kedua yang berakhir dengan kemenangan bagi timnas asuhan Shin Tae-yong itu, sempat muncul keraguan dari dalam Ultras pada laga ketiga menghadapi Jepang.
Pasalnya, waktu pertandingan yang masih masuk dalam jam kerja dikhawatirkan menurunkan jumlah kehadiran suporter Indonesia di Stadion Al Thumama.
Kian hari, ternyata minat untuk menyaksikan Skuad Garuda untuk melawan "raja terakhir" di Grup D tetap kencang. Grup chat Ultras Garuda Qatar terus ramai hingga ratusan pesan per harinya.
Banyak yang menanyakan ketersediaan tiket, persiapan yel-yel, pengadaan atribut dan aksesoris, hingga keluh kesah selama berada di stadion.
Tampil Nyentrik
Kemeriahan dan daya tarik selalu identik dengan Ultras Garuda Qatar tiap kali datang ke stadion.
Bandingkan dengan suporter negara lain, maka hanya diaspora Indonesia yang semangat untuk tampil nyentrik kala membela kesebelasan kesayangan mereka.
Di luar peralatan suporter standar seperti bendera, perangkat pelantang suara, atau drum, sebagaimana yang dibawa suporter negara lain, diaspora Indonesia membawa lebih dari itu.
Dari pakaian, minimal batik atau kebaya mereka kenakan. Untuk aksesoris, ada ikat kepala dari bulu khas Indonesia Timur. Spanduk atau syal bertuliskan "Indonesia" juga banyak dipakai sebagai alat identitas suporter.
Penampilan juga tak hanya yang melekat di badan, tapi juga hingga menyasar aspek budaya. Saat laga Indonesia lawan Vietnam, misalnya, ada yang berinisiatif menampilkan tari-tarian tradisional Indonesia seperti Saman dan tari Minang.
Belum lagi diaspora yang senang bernyanyi, ikut urun keceriaan dengan bernyanyi bersama. Lagu-lagu kekinian berbahasa Jawa masih menjadi primadona, namun sesekali terdengar pula lagu daerah lainnya.